kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis kabel SCCO semakin panjang


Sabtu, 14 Juni 2014 / 05:37 WIB
Bisnis kabel SCCO semakin panjang
ILUSTRASI. Karyawan menunjukkan emas batangan PT Aneka Tambang (Antam) untuk investasi di gerai emas dan perhiasan Bulan Purnama Kota Malang, Jawa Timur, Senin (12/12/2022). Harga Emas Antam Hari Ini (18/1) Rontok Lagi, Selisih dengan Buyback Rp 94.0. SURYA/PURWANTO


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Sandy Baskoro

JAKARTA. PT Supreme Cable Manufacturing Corporation Tbk (SCCO) terus memperkuat bisnis kabel. Demi menggenjot produksinya, SCCO akan menambah kapasitas pabrik.

Direktur SCCO, Nicedemous Trisnadi, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia di awal bulan ini, menyatakan pabrik baru tersebut berlokasi di Balaraja, Tangerang. Untuk membangun pabrik ini, SCCO menginvestasikan dana Rp 52,35 miliar, setara 7,4% dari nilai ekuitas per akhir tahun lalu.

SCCO menargetkan pabrik Balaraja beroperasi paling telat akhir tahun ini. Di tahap awal, SCCO berniat memproduksi building wire dengan kapasitas 245 ton tembaga per bulan dari pabrik Balaraja.

SCCO optimistis, prospek usahanya semakin bagus. Hal ini sejalan dengan perekonomian nasional yang masih tumbuh positif. Anggaran dana infrastruktur pemerintah tahun 2014 juga masih tinggi, yakni Rp 145,4 triliun.

Jumlah itu meliputi infrastruktur perhubungan senilai Rp 124,5 triliun, infrastruktur energi dan lainnya Rp 16,3 triliun serta infrastruktur perumahan dan pemukiman sebesar Rp 4,6 triliun. Proyek pemerintah di sektor infrastruktur tentu menjadi peluang bagi SCCO untuk meningkatkan pendapatan.

Meski demikian, SCCO masih mendapat tantangan dari fluktuasi harga bahan baku dan mata uang rupiah. Pasalnya, bahan baku utama SCCO yakni tembaga dan aluminium merupakan komoditas yang diperdagangkan di pasar global. Harga dua komoditas itu mengacu Bursa Logam London dengan menggunakan dollar Amerika Serikat. Alhasil, SCCO mesti pintar-pintar melakukan lindung nilai atau hedging atas fluktuasi harga bahan baku dan rupiah.

Di sisi lain, perkembangan teknologi nirkabel bisa mengancam usaha SCCO. Dalam indsutri telekomunikasi, teknologi nirkabel atau wireless telah menyebabkan penurunan permintaan kabel. Untuk menghadapi tantangan ini, SCCO menempuh berbagai cara. Pertama, memodifikasi sebagian mesin kabel telepon agar dapat digunakan untuk memproduksi kabel jenis lain seperti kabel instrumen.

Kedua, mencari pangsa pasar di negara lain yang masih menggunakan kabel telepon seperti yang diproduksi SCCO. Ketiga, fokus pada penjualan kabel serat optik.

Berdasarkan laporan tahunan SCCO, segmen usaha kabel masih berkontribusi paling besar terhadap total penjualan 2013, yaitu 85,5%. Sedangkan insulation dan melamine hanya berkontribusi masing-masing 13,63% dan 0,87% terhadap total penjualan.

Tahun ini, SCCO mengalokasikan belanja modal Rp 85 miliar. Dari jumlah itu, sebesar Rp 55 miliar akan digunakan untuk pembelian aktiva tetap, sedangkan Rp 30 miliar untuk pemeliharaan. Di kuartal I 2014, SCCO sudah merealisasikan 27% total capex.

Adapun penjualan SCCO di kuartal I 2014 tumbuh 33,8% year-on-year (yoy) menjadi Rp 991,84 miliar. Penjualan ke pihak swasta berkontribusi 87,74% total penjualan, disusul ke PLN 9,18%, dan proyek lain 2,94%. Sedangkan penjualan ekspor 0,13%. SCCO belum ingin menambah ekspor.

Tahun ini, SCCO mengincar pendapatan Rp 3,8 triliun atau tumbuh tipis 1,3% dari pendapatan tahun lalu. Dari sisi bottom line, SCCO membidik laba bersih tumbuh 44,23% (yoy) menjadi Rp 150 miliar.

Tahun ini SCCO berharap volume produksi kabel meningkat 10% dibanding tahun lalu. Proyeksi ini sejalan estimasi pertumbuhan pasar kabel domestik sebesar 10%. Tahun lalu, volume produksi kabel tembaga SCCO sebesar 18.212 ton, sedangkan kabel aluminium 5.692 ton.

Demi memberikan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan, SCCO memutuskan membagikan dividen tahun 2013 sebesar Rp 150 per saham. Total dividen senilai Rp 30,8 miliar atau 30% dari laba bersih. Sedangkan sisa laba bersih Rp 5 miliar sebagai dana cadangan dan Rp 68,8 miliar sebagai laba ditahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×