Reporter: Yoliawan H | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan menahan suku bunga acuan BI atau BI 7 days reverse repo rate (BI7DRRR) di level 6%. Keputusan BI ini juga merespons kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang juga menahan suku bunga acuan. Menurut analis, ini akan membuat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi terbatas cenderung sideways.
Managing Director Head of Equity Capital Market Samuel International Harry Su menilai keputusan BI menahan suku bunga acuan sudah tepat di kondisi sekarang. Ini untuk mengimbangi kondisi neraca perdagangan Indonesia yang masih defisit.
Sekadar informasi, BI mencatat defisit neraca transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) pada kuartal I-2019 mencapai US$ 7 miliar. Jumlah itu setara 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). Bahkan BI memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia akan kembali naik pada kuartal kedua tahun ini.
“Peluang untuk menurunkan tetap ada nanti menunggu penurunan dari The Fed,” ujar Harry kepada Kontan, Kamis (20/6).
Head of Research MNC Sekuritas Thendra sudah memprediksi BI mempertahankan suku bunga acuan dilevel 6%. Menurutnya, keputusan BI itu juga merespons kebijakan The Fed yang menahan suku bunga. Menurutnya, dalam kondisi tersebut, IHSG akan bergerak terbatas dengan kecenderungan sideways.
“Harusnya sudah sesuai ekspektasi. Kecenderungan untuk kenaikan IHSG cenderung terbatas hingga level 6.400 dan terbuka kembali potensi penurunan yang wajar hingga ke 6.250. Kecenderungan memang pola pergerakan IHSG akan cenderung sideways untuk di kuartal II 2019,” ujar Thendra kepada Kontan, Kamis (20/6).
Analis Senior Samuel Sekuritas Muhammad Alfatih menilai BI menahan suku bunga untuk mengimbangi neraca perdagangan yang masih defisit. “Mungkin IHSG bisa koreksi sedikit, reaksi atas tetapnya suku bunga. Namun, dengan kebijakan relaksasi akan positif secara sentimen. IHSG sideways 6.250-6.400,” ujar Alfatih kepada Kontan.
Di kondisi saat ini, ia menyarankan untuk memperhatikan sektor perbankan, properti, kontruksi dan otomotif. Itu lantaran peluang BI melakukan relaksasi kebijakan suku bunga sangat terbuka lebar ke depannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News