Reporter: Agung Jatmiko, Dina Farisah | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pergerakan kurs rupiah di pasar spot semakin melesu, mendekati Rp 10.000 per dollar Amerika Serikat (AS). Kemarin, pairing USD/IDR bahkan sempat menyentuh level 9.902 pada perdagangan sesi siang. Untunglah, sore harinya perdagangan rupiah di tutup pada kurs 9.866 per dollar.
Ini merupakan level terendah rupiah sejak 15 September 2009. Berbeda dengan di pasar spot, dollar AS di kurs tengah Bank Indonesia (BI), kemarin justru melemah 0,56% di 9.660.
Raditya Ariwibowo, analis BNI Divisi Tresuri mengatakan, kinerja neraca perdagangan Indonesia yang buruk menjadi penyebab utama loyonya rupiah. Bulan November 2012 lalu, defisit neraca perdagangan tercatat US$ 478 juta. Bahkan jika dihitung sejak Januari 2012, defisit neraca dagang mencapai US$ 1,33 miliar.
Fundamental ekonomi dalam negeri masih belum mampu menahan keperkasaan dollar AS. Namun, perekonomian Eropa dan China yang diprediksi membaik bisa menjadi bantalan untuk menahan penguatan dollar AS. "Ini bisa dimanfaatkan untuk menjaga rupiah,” kata Raditya, kemarin.
Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa menilai, selain neraca perdagangan yang memburuk, ketidakpastian penyelesaian krisis utang di Eropa turut andil melemahkan rupiah. Itu lantaran investor tetap mempertahankan dollar AS sebagai aset safe haven.
Pelemahan rupiah juga merupakan imbas intervensi Bank Indonesia (BI) yang kurang memadai. Menurut Purbaya, intervensi BI tidak sekuat saat terjadi gejolak kurs pada bulan Agustus-September 2011 silam.
Kondisi ini juga diperburuk oleh likuiditas dollar AS di dalam negeri yang seret lantaran instrumen penempatan dana valas di Indonesia masih terbatas.
Meski begitu, Purbaya memperkirakan, otot rupiah masih bisa berpotensi menguat tahun ini. "Dana asing masih akan tumbuh signifikan di bursa saham maupun di sektor riil, seperti tecermin dalam foreign direct investment (FDI)," prediksi dia.
Purbaya optimistis, otot rupiah akan kembali berkasa. Apalagi, berdasarkan grafik short term indicator rupiah, ia memperkirakan, rata-rata USD/IDR sepanjang tahun 2013 ini berkisar 9.185.
Zulfirman Basir, analis Monex Investindo Futures memiliki hitungan berbeda. Menurut dia, rupiah berpotensi menembus Rp 10.000 per dollar AS pada kuartal pertama ini. Pembahasan debt ceiling AS serta bailout Cyprus bisa menambah tenaga bagi dollar AS.
Namun, ada harapan rupiah menguat terbatas pada pekan depan. Sejumlah analis percaya, pidato Gubernur The Fed Ben Bernanke, Selasa nanti (15/1) tentang keputusan quantitative easing (QE) akan membawa sentimen baik bagi pertumbuhan ekonomi Amerika.
Jika QE jadi dilaksanakan, pasokan dollar AS di pasar global akan meningkat. Ini berpotensi melemahkan dollar AS terhadap mata uang dunia, termasuk rupiah.
Tambahan tenaga di akhir pekan depan adalah rilis produk domestik bruto terbaru China. "Jika datanya positif, ada optimisme kinerja ekspor Indonesia membaik karena China merupakan mitra dagang utama Indonesia," ujar Zulfirman.
Raditya memprediksi, rupiah masih cenderung tertekan selama sepekan ke depan di rentang 9.690 – 9.850 per dollar AS. Adapun Zulfirman juga memperkirakan, rupiah masih akan cenderung melemah pada pekan depan, yakni di kisaran 9.700 - 9.950.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News