Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
Melansir laporan keuangan perusahaan per kuartal III-2019, UNTR mengantongi pendapatan bersih hingga Rp 65,60 triliun atau naik 7,33%. Sebanyak Rp 30,02 triliun atau 45,7% diantaranya disumbang oleh pendapatan jasa dari bisnis kontraktor penambangan.
Sedangkan penjualan dari tambang emas sebesar Rp 5,87 triliun atau hanya 8,9% dari pendapatan total.
Sementara itu, entitas grup menargetkan dapat menjual alat berat sekitar 2.900 unit. Asal tahu, target ini sama dengan target penjualan tahun lalu.
Penjualan alat berat UNTR pada periode 11 bulan pertama tahun 2019 mencapai 2.843 unit. Realisasi ini turun 36,8% dibandingkan penjualan periode yang sama tahun 2018 yang mencapai 4.502 unit.
Oleh karena itu, Dessy menilai secara keseluruhan saham UNTR masih berat untuk dikatakan prospektif pada tahun 2020.
“Karena setiap sentimen negatif dari penjualan alat berat sangat mempengaruhi pergerakan saham UNTR meskipun didukung oleh segmen bisnis yang lain,” terang Dessy kepada Kontan.co.id, Jumat (7/2).
Baca Juga: Bisnis alat berat pada 2020 masih terdampak pelemahan harga batubara
Pada perdagangan Jumat (7/2), saham UNTR memang berhasil menguat 0,53% ke level Rp 18.800 per saham. Namun, secara year-to-date, saham UNTR telah tergerus 12,66%. Bahkan sejak setahun ke belakang, saham UNTR memberikan return negatif hingga 29,98%.
Untuk sementara ini, Dessy mengatakan saham UNTR masih riskan untuk diakumulasi oleh investor. Sebab, saham UNTR masih memiliki kemungkinan untuk melanjutkan penurunan.
Ia merekomendasikan wait and see saham UNTR sampai laporan keuangan untuk akhir tahun 2019 dirilis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News