kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berikut rincian efek positif dari skema burden sharing


Senin, 06 September 2021 / 05:35 WIB
Berikut rincian efek positif dari skema burden sharing


Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks pasar obligasi IBPA melaju kencang pasca skema burden sharing kembali diteken pemerintah. Berdasarkan data Bloomberg, Indobex Composite di 31 Agustus lalu mencetak rekor tertinggi di harga 327,93. Pada Jumat (3/9), harga Indobex Composite hanya turun tipis di 327,78. 

Chief Economist Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW), Budi Hikmat mengatakan, skema Burden Sharing yang diambil oleh Pemerintah dan BI mampu memberikan dampak postif. Skema burden sharing ini sejatinya sudah dilakukan dalam dua tahun belakangan. Tapi akhir Agustus lalu, pemerintah memperpanjang aturan ini sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) III antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan BI yang berlaku hingga 31 Desember 2022. 

Skema burden sharing ini membuat pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sepakat berbagai beban anggaran untuk fokus dalam penanganan pandemi Covid-19.  Menurut Budi, langkah ini bisa dibilang inovatif, karena belum ada bank sentral di negara lain yang memberikan quantitative easing tanpa mengambil biaya bunganya. 

"Dampak positif yang pertama tentunya ini sangat membantu pemerintah dalam menghemat anggaran untuk memenuhi kebutuhan belanja terutama biaya kesehatan di tengah pandemi," Budi dalam rilis Minggu (5/9). Sebelum adanya SKB I, SKB II dan terakhir SKB III, rasio belanja bunga utang terhadap total belanja pemerintah atau interest expense to government spending ratio bisa mencapai 16,2% atau setara dengan Rp 438 triliun di tahun 2022. 

Baca Juga: Pasokan Obligasi Korporasi Tak Sepadan Minat Investor

Budi menambahkan, dengan sebagian biaya bunga utang ditanggung oleh BI, maka di tahun 2022 beban rasio belanja bunga utang akan turun menjadi 14,6% atau setara dengan Rp 395 triliun. "Senilai Rp 43 triliun beban bunga Pemerintah akan dibantu dibayarkan oleh BI," ujar dia. 

Selain mengurangi beban bunga yang dibayarkan Pemerintah, dampak positif yang kedua adalah skema ini memastikan BI siap menyerap penerbitan SBN Pemerintah. "Kebijakan ini juga berpotensi memberi sentimen positif bagi pasar karena dapat mengurangi jumlah peredaran Surat Berharga Negara (SBN) di pasar obligasi. Minggu lalu, Pemerintah menargetkan Rp 35 triliun dalam setiap penerbitan sekarang diturunkan menjadi Rp 21 triliun sehingga mengalami kelebihan permintaan atau over subscribe," jelas Budi. 

Sebelumnya, Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) kembali sepakat untuk berbagi beban dalam penanganan pandemi Covid-19. Keputusan tersebut nantinya dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) ketiga.

BI dipastikan akan kembali membeli surat berharga negara (SBN) yang diterbitkan sekaligus menanggung biayanya, seperti yang sudah dilakukan bank sentral dalam dua tahun terakhir. Poinnya, BI akan membeli SBN Pemerintah sebesar Rp 215 triliun untuk tahun anggaran 2021, dan Rp 224 triliun untuk tahun anggaran 2022.

Dengan adanya Burden Sharing dalam SKB III, rasio belanja bunga mencapai 2,21% terhadap produk domestik bruto (PDB) di tahun ini. Angka tersebut lebih rendah jika tak ada kerjasama Pemerintah dan BI yang ditaksir beban utang Pemerintah bisa mencapai 2,4% dari PDB.

Baca Juga: Obligasi korporasi ikut ketiban sentimen positif di tengah rally SBN

Efisiensi belanja bunga utang itu juga dapat dihemat pada tahun depan karena SKB III akan berlaku hingga 31 Desember 2022. Otoritas fiskal menghitung belanja bunga pada 2022 hanya 2,19% terhadap PDB, lebih kecil apabila tidak ada SKB III yang mencapai 2,43% dari PDB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×