Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kecil-kecil cabe rawit. Begitulah investor ritel di pasar saham masa kini. Investor ritel tak lagi cuma diam mengikuti arus saat emiten melakukan aksi korporasi yang berpotensi merugikan mereka. Para investor ritel tersebut lantas memilih berkumpul dan bersuara menentang emiten.
Yang terbaru, sebagaimana diberitakan KONTAN, sekelompok investor PT Ratu Prabu Energi Tbk (ARTI) membuat petisi menolak rencana reverse stock emiten ini. Investor menilai aksi korporasi tersebut cuma akal-akalan oknum yang ingin menguras duit investor. Upaya itu membuahkan hasil. BEI menyurati ARTI agar bersedia menunda aksi korporasi tersebut.
Selain itu, ada juga kasus investor ritel pemegang saham PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) melawan emiten. Lantaran perseteruan di tubuh manajemen emiten barang konsumer ini berlarut-larut, dana investor ritel jadi nyangkut. Akhirnya, melalui sebuah surat, investor ritel AISA memohon OJK menyelidiki secara komprehensif dugaan penyelewengan oleh pemilik perusahaan.
Investor meminta OJK menyelidiki sebagai bentuk perlindungan kepada investor ritel. "Dengan adanya rasa aman yang didapat oleh investor ritel dalam berinvestasi, kami yakin hal ini akan sangat mendukung kemajuan pasar modal Indonesia," tutur seorang perwakilan investor AISA, yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Investor saham PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) juga bersatu menentang rencana reverse stock emiten tersebut. Mereka membentuk kelompok bernama Forty, singkatan dari Forum Investor Penolak Reverse Stock ELTY.
Forty bahkan menyambangi langsung OJK sembari memberikan bukti reverse stock berpotensi merugikan investor. Sayang, upaya itu belum membuahkan hasil. "Kita sempat tanyakan, OJK menjawab masih diproses, normatif," tandas Hidayat, Ketua Anggota Forty pada Kontan, Jumat (3/8).
Reformasi hukum
Para investor ritel ini memilih berinisiatif memperjuangkan hak mereka lantaran tak puas dengan perlindungan investor selama ini. "Selama ini, banyak kejanggalan yang terjadi tapi otoritas diam-diam saja. Ini alasan kami bergerak," tutur Hidayat.
Memang, dalam berinvestasi, ada risiko yang mengintai. Karena itu investor disarankan mempelajari fundamental emiten. "Jangan asal beli saham. Harus tahu apakah manajemen dan pemilik memiliki GCG yang baik," jelas Harry Su, Managing Director & Head of Equity Capital Market Samuel Internasional.
Tapi, terkadang riset fundamental tidak cukup. Karena itu, peran wasit pasar modal sangat dibutuhkan. OJK wajib memberi sanksi kepada pemilik perusahaan yang terbukti melanggar untuk memberi efek jera.
Di Amerika Serikat (AS), langkah represif ke emiten bukan hal asing. Contoh, skandal penipuan laporan keuangan dan pencucian uang Enron berujung pada dipenjaranya para petinggi perusahaan.
Ketegasan seperti itu belum terlihat di pasar modal lokal. Banyak kasus pasar modal yang pada akhirnya menguap. Kondisi ini membuat investor ritel bertindak lebih berani. Selain itu, Harry menilai, aturan hukum pasar modal harus dibenahi. "Legal reforms itu perlu," tutur dia.
Banyaknya perseteruan antara investor dan emiten bisa menjadi momentum untuk reformasi. Dus, hak investor lebih terjamin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News