Reporter: Nur Qolbi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan kabar yang beredar, pemerintah berencana merevisi Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut, pemerintah akan memperluas objek pajak, dari 19 menjadi 25 objek.
Salah satu objek yang terkena perluasan ini adalah laba ditahan yang tidak dibagikan dalam bentuk dividen dan tidak diinvestasikan ke dalam sektor riil dalam waktu dua tahun.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Franciscus Welirang mengatakan, apabila kebijakan ini direalisasikan, maka akan terjadi yang namanya double taxation (pajak ganda). Pasalnya, pemerintah sudah mengenakan pajak penghasilan (PPh) badan kepada perusahaan.
Menurut dia, hal ini juga bisa menghambat perkembangan perusahaan. Alasannya, laba ditahan yang tidak dibagikan sebagai dividen bertujuan untuk investasi. Laba ditahan juga bisa digunakan untuk cadangan demi memperkuat struktur permodalan.
“Masa dipajakin lagi. Ujung-ujungnya ga bener. Ambil aja semuanya ga usah re-investasi,” kata dia saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (24/7).
Sebagai informasi, berdasarkan Pasal 17 ayat (1) bagian b UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan kepada badan adalah 25%. Besaran tarif ini mulai berlaku pada tahun pajak 2010.
Kemudian, bagi perusahaan terbuka dalam negeri yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia serta memenuhi persyaratan tertentu lainnya, dapat memperoleh tarif pajak 5% lebih rendah dari tarif yang ditentukan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News