Reporter: Dyah Megasari | Editor: Edy Can
JAKARTA. Saham sektor perbankan masih menjadi salah satu penggerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam sepekan terakhir. Salah satunya, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).
Kemarin, perdagangan saham BBRI ditutup pada harga Rp 9.800 per saham, naik 2,61% dari penutupan sebelumnya di level Rp 9.550 per saham. Dalam sepekan terakhir, harga saham bank pelat merah ini naik 5,95% dibanding dengan harga pekan lalu (18/8), Rp 9.250 per saham.
Sepanjang tahun ini, harga saham BBRI sudah melonjak 28,10%. Alhasil, kapitalisasi pasar BBRI saat ini mencapai Rp 120,88 triliun.
Menurut para analis, sederet rencana aksi korporasi BBRI mendorong kenaikan harga saham ini. Sebut saja, saat ini BBRI sedang mengkaji pemecahan saham atau stock split. Pilihan rasionya, antara 1:2 atau 1:4. BBRI akan melakukan stock split dengan syarat: harga saham sudah mencapai Rp 10.000 per saham. Harga ini sudah di depan mata.
Rencana lain, BBRI sedang mengkaji akuisisi 51% saham PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) dan membeli 30% rights issue BBKP. Sebelumnya, BBRI pun telah mencapai kesepakatan untuk membeli 88% saham PT Bank Agroniaga Tbk (AGRO).
Sinergi BBKP & AGRO
Pemecahan saham memang tidak akan mengubah rasio harga saham terhadap nilai buku dan rasio harga saham terhadap laba bersih BBRI. "Tak akan mempengaruhi fundamental BBRI," tegas Robby Hafil, analis Sucorinvest Central Gani, Selasa (24/8).
Meski begitu, pemecahan saham akan mempengaruhi kinerja saham di bursa. "Dengan stock split, transaksi saham BBRI akan menjadi lebih likuid," ujar Joseph Pangaribuan, analis Samuel Sekuritas Indonesia.
Maklum, harga saham BBRI akan lebih terjangkau dan jumlahnya semakin banyak. Saat ini, jumlah saham publik BBRI mencapai 5,33 miliar.
Faktor yang akan mengubah BBRI secara fundamental adalah akuisisi AGRO dan BBKP. Kedua bank ini masih memiliki fokus bisnis yang sejalan dengan BBRI. AGRO berfokus ke sektor perkebunan dan pertanian, adapun BBKP fokus di sektor mikro.
Setelah akuisisi AGRO, Joseph menghitung, BBRI masih memiliki kas yang kuat untuk membeli 51% BBKP dan 30% rights issue bank ini.
Namun, Joseph mengingatkan agar mewaspadai kenaikan kredit macet atau non-performing loan (NPL) BBRI. Di kuartal II 2010, NPL bruto BBRI naik dari 4,1% di kuartal I, menjadi 4,27%. "NPL BBRI akhir tahun ini bisa turun asalkan mereka melakukan restrukturisasi utang," kata dia.
Analis Kim Eng Securities Rahmi Marina memprediksi, pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) BBRI tahun ini bisa mencapai Rp 25,68 triliun. "Laba bersihnya bisa mencapai Rp 9,04 triliun," imbuh dia.
Adapun Robby menghitung, NII BBRI bisa mencapai Rp 27 triliun dengan laba bersih Rp 8,94 triliun. Joseph pun yakin, NII dan laba bersih BBRI akan mencapai Rp 26,76 triliun dan Rp 9,33 triliun.
Tahun lalu BBRI membukukan NII Rp 23,04 triliun dan laba bersih Rp 7,3 triliun. Mereka merekomendasikan beli BBRI. Robby mematok target Rp 12.300, Joseph Rp 10.700, sedangkan target Rahmi Rp 11.400 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News