kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

BBM naik, IHSG tidak berakhir happy ending


Kamis, 23 Oktober 2014 / 19:12 WIB
BBM naik, IHSG tidak berakhir happy ending
ILUSTRASI. Papan petunjuk perbatasan milik Papua New Guinea di zona netral Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu di Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua, Jumat (15/10/2021).


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pasar tengah menanti putusan naik atau tidaknya harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Jika ingin fundamental yang lebih sehat, maka kenaikan harga BBM subsidi sangat logis.

Tapi, dampaknya cukup memberatkan bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). "Kalau BBM naik, IHSG akhir tahun enggak happy ending," imbuh anggota Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Pardomuan Sihombing, (23/10).

Pasalnya, kenaikan BBM untuk jangka pendek dapat memicu inflasi. Inflasi yang meninggi akan direspon oleh kenaikan suku bunga. Daya beli masyarakat juga akan menurun. Intinya bakal ada perlambatan ekonomi dalam jangka pendek.

Kondisi tersebut telah direspon dan diantisipasi pemodal dengan menarik uangnya dari bursa lokal. Sehingga, IHSG akan tertekan.

Antisipasi seperti ini sudah terlihat setidaknya dalam dua bulan terakhir. Dalam kurun waktu tersebut, dana asing yang keluar bursa lokal tercatat Rp 8 triliun.

"Sementara, year to date (YTD), sudah mencapai Rp 43 triliun," ujar Pardomuan.

Tapi, naiknya harga BBM untuk jangka panjang akan membuat fundamental ekonomi akan jauh lebih baik. Alokasi dana subsidi bisa dialihkan untuk penggunaan lain yang lebih produktif.

Kenaikan harga BBM subsidi juga dinilai sudah sangat krusial. Pasalnya kondisi defisit neraca perdagangan Indonesia dinilai sudah berada dalam fase kritis. Jadi, sekarang tinggal masalah bagaimana pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menahan inflasi tidak lebih besar, entah berupa bantuan langsung tunai atau sejenisnya.

"Karena BBM memang harus naik, dan tidak mungkin pemerintah menahan kenaikan BBM hanya untuk menyenangkan hati rakyat, sementara APBN kita jebol," pungkas Pardomuan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×