Reporter: Dyah Ayu Kusumaningtyas | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) akan resmi memperdagangkan kontrak berjangka kakao pada 15 Desember mendatang.
Direktur Utama BBJ Made Soekarwo menyebut, dengan mulai ditransaksikannya produk kakao di bursa berjangka, diharapkan dapat memberikan fasilitas hedging (lindung nilai) kepada pelaku usaha industri kakao, selain sebagai pembentuk harga (price discovery).
"Sangat disayangkan Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, saat ini harga cokelatnya masih mengikuti patokan harga negara lain," ujar Made dalam rilis hari ini (12/12).
Direktur BBJ Bihar Sakti wibowo menambahkan, dimasukkannya komoditas kakao sebagai salah satu produk BBJ, juga akan turut membantu pemerintah dalam meningkatkan mutu biji kakao nasional. Ini lantaran, kakao yang diperdagangkan di BBJ adalah jenis biji kakao yang fermented. "Hal ini tentu saja memicu pengusaha kakao nasional meningkatkan kualitas biji kakaonya, yang saat ini 90% masih berjenis unfermented," imbuhnya.
Salah satu pelaku industri cokelat nasional Sindra Widjaya menyambut baik masuknya kakao di bursa berjangka nasional. Katanya, saat ini industri kakao sedang bergairah dan dirinya beserta pelaku industri cokelat lainnya mengkhawatirkan jika sewaktu-waktu harga bahan baku cokelat international melonjak tajam.
"Hal ini akan mengganggu produksi cokelat domestik, jika bahan bakunya menghilang di pasar akibat kebanyakan pengusaha kakao lebih suka ekspor untuk mendapat untung dari harga yang tinggi," ujar Sindra dalam rilis BBJ, Senin (12/12). Nah, kekhawatiran ini dapat ditepis dengan masuknya kontrak kakao di BBJ, sebab bisa berfungsi sebagai pembentukan harga dan lindung nilai ini.
Selain kontrak kakao, Made menyebut, dalam waktu dekat ini, BBJ juga akan memperdagangkan kontrak karet dan batubara. "BBJ berupaya membantu pemerintah Indonesia supaya bisa menjadi acuan harga komoditi primer dunia," pungkasnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News