kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Bara emiten batubara masih menyala


Senin, 03 Juli 2017 / 09:30 WIB
Bara emiten batubara masih menyala


Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Penggunaan batubara sebagai bahan bakar menurun. Konsumen beralih ke energi terbarukan. Tapi, prospek industri batubara di Indonesia masih kinclong.

Analis OSO Sekuritas Riska Afriani bilang, ada pergeseran penggunaan bahan bakar dari batubara menjadi gas dan energi terbarukan. "Batubara dianggap sebagai bahan bakar yang paling berpolusi," kata Riska kepada KONTAN, beberapa waktu lalu.

Tercatat, di 2016 silam, permintaan batubara global turun 1,7% jika dibandingkan dengan rata-rata tahun 20052015 yang naik 1,9%. Penurunan penggunaan batubara terjadi hampir di setiap benua, kecuali Afrika.

Jerman, sebagai negara pengguna batubara terbesar di Eropa, mencatatkan penurunan 4,3%. Penggunaan batubara Inggris bahkan turun 52,5%. China, sebagai negara pengguna batubara terbesar di dunia, juga mengurangi penggunaan batubara dalam enam tahun terakhir.

Menurut Riska, saat ini China terus meningkatkan pemakaian gas alam. National Development & Reform Commission (NDRC) China mencatat permintaan gas alam selama empat bulan pertama tahun ini tumbuh 12% dibanding periode sama tahun lalu. "Ini sejalan dengan kebijakan pemerintah China yang mendorong penggunaan gas alam," kata Riska.

Meski begitu, menurut dia, kebijakan China mengurangi produksi batubara bisa menguntungkan industri batubara Indonesia. Maklum saja, hal ini dapat mengurangi kelebihan pasokan di pasar.

Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo menambahkan, China mengurangi emisi sulfur dan nitrogen dioksida dari batubara China yang mengandung abu dan belerang tinggi. "Dengan itu diperkirakan China bakal lebih banyak mengimpor batubara Indonesia untuk dicampur dengan batubara produksi sendiri," ujar Andy.

Andy memperkirakan, harga batubara akan lebih stabil pada kisaran rata-rata US$ 75 per ton. Alhasil, Andy memberi rekomendasi overweight untuk sektor batubara.

Vice President of Research Indosurya Mandiri Sekuritas William Surya Wijaya memprediksi harga batubara stabil di rentang US$ 78US$ 85 per ton. Karena kenaikan harga sudah tinggi, ada potensi harga batubara bakal turun dan bergerak di bawah US$ 80 per ton. "Penurunan harga minyak juga bisa menekan harga batubara," kata dia.

Di sektor tambang batubara, Andy menjagokan saham ADRO. Selain fundamentalnya solid, batubara ADRO juga ramah lingkungan. Dia merekomendasikan beli saham ADRO dengan target harga Rp 2.425 per saham.

Riska juga menjagokan saham ADRO yang sedang fokus menggarap proyek pembangkit listrik. Dia merekomendasikan buy dengan target harga Rp 2.200.

William merekomendasikan hold saham ITMG dan PTBA, dengan target harga masing-masing di Rp 21.000 dan Rp 13.800 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait


TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×