Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) memprediksi, tahun 2022 akan menjadi tahun inflasi global, termasuk bagi Indonesia. Sebagaimana diketahui, inflasi tahunan Indonesia tahun 2021 tergolong rendah, yakni 1,87%.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, meski meningkat dari 1,68% di 2020, angka ini masih jauh berada di bawah target yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) sebesar 3% ± 1%. Hal ini dipengaruhi oleh permintaan domestik yang belum sepenuhnya pulih sebagai dampak pandemi Covid-19.
Sementara itu, menurut Kepala Ekonom Bahana TCW Budi Hikmat, berbagai negara maju mencatat tingkat inflasi yang cukup tinggi, bahkan ada yang masuk tahap terlalu tinggi. Inflasi tersebut mayoritas didorong oleh kenaikan harga energi serta komoditas.
Akan tetapi, menurutnya hal serupa tidak akan terjadi di Indonesia pada 2022, sebab Indonesia memiliki berbagai skema subsidi terkait dengan harga energi.
"Tren kenaikan inflasi yang masih stabil ini bahkan bisa menjadi indikator bahwa pemulihan ekonomi Indonesia sedang berjalan," jelas Budi dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Selasa (11/1).
Baca Juga: Harga Minyak Kembali Naik pada Perdagangan Rabu (12/1) Pagi
Budi memperkirakan, tingkat inflasi akan terjaga di level 3% selama 2022, mengingat BI mampu mengendalikan inflasi dengan kebijakan moneternya. Apalagi, saat ini BI masih mempertahankan suku bunga acuan di level 3,50% sehingga masih memiliki ruang yang cukup untuk mengontrol laju inflasi.
Menurutnya, BI kemungkinan akan meningkatkan suku bunga acuan saat inflasi bergerak naik.
"Namun, kami memperkirakan BI berpotensi baru akan mulai menaikkan suku bunga di semester kedua 2022 sebanyak dua kali (2x25bps) untuk mengantisipasi kenaikan inflasi domestik," kata Budi.
Budi menambahkan, di tengah potensi kenaikan inflasi di tahun 2022, pasar saham diprediksi menjadi salah satu tempat yang akan terkena efek positif.
Meski naiknya angka inflasi akan berpengaruh kepada daya beli masyarakat, tetapi para emiten di beberapa sektor dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperbaiki margin usaha dengan menaikkan harga jual produknya.
Reksadana saham juga akan menjadi instrumen pilihan di samping reksa dana pasar uang yang akan kembali memberikan rate yang menarik seiring kenaikan suku bunga acuan BI. Sementara reksadana obligasi diperkirakan akan memberikan imbal hasil single digit, lebih rendah dibandingkan 2020 dan 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News