Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Federal Reserve (The Fed) diperkirakan memangkas suku bunga satu kali di semester II-2024. Dus, pergerakan instrumen investasi di Indonesia diproyeksi membaik pada semester kedua mendatang.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan, sentimen risk off mulai berkurang setelah beberapa bank sentral dunia mulai memangkas suku bunganya. Sementara itu, beberapa bank sentral lainnya, termasuk the Fed, diperkirakan akan mulai menurunkan suku bunganya di kuartal III 2024.
Sehingga, hal tersebut diharapkan dapat menurunkan cost of fund secara global dan mendorong sentimen risk on di pasar.
"Jika sentimen risk on mulai naik, investor akan mencari instrumen investasi lainnya yang prospektif dan harusnya berdampak positif untuk Indonesia," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (26/6).
Namun diperkirakan efeknya tidak akan langsung, lantaran pasar menunggu arah kebijakan fiskal dari pemerintahan baru. Ini tercermin dari tidak sejalannya pergerakan rupiah dan indeks dolar (DXY).
Baca Juga: Naik 0,33% Hari Ini (26/6), Simak Proyeksi IHSG pada Kamis (27/6)
Sebab, muncul kekhawatiran adanya defisit fiskal mencapai 50% dari GDP, kendati hal tersebut telah ditepis. Oleh karena itu, Fikri memperkirakan awal kuartal ketiga pergerakan instrumen investasi di Indonesia masih akan volatile.
Dengan situasi tersebut, Fikri menyarankan untuk awal semester II nanti investor bisa melirik terlebih dahulu pada pasar uang, seperti SRBI dan deposito. "Ini sembari menunggu kejelasan dari sektor riil dan fiskal Indonesia," katanya.
Setelahnya adanya kejelasan yang diperkirakan pada pertengahan kuartal III, ia menilai pergerakan di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan pasar saham juga akan membaik. Nah, untuk investor dengan jangka waktu kurang atau sampai satu tahun, Fikri melihat pasar SBN menjadi sangat menarik.
"Sementara untuk investor dengan time horizon jangka panjang, bisa masuk ke saham," sebutnya.
Adapun untuk instrumen kripto, Fikri menyarankan investor menunggu sampai the Fed benar-benar menurunkan suku bunganya. Memang, ada ekspektasi bullish dengan prospek pemangkasan suku bunga, tetapi ia menyebut juga ada kekhawatiran terkait kripto yang masih besar secara global.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta menambahkan bahwa pemangkasan suku bunga the Fed memberikan efek positif untuk pasar saham Indonesia. Ia menilai sektor-sektor yang kian menarik, antara lain perbankan, infrastruktur, teknologi, properti, dan consumer non-cyclical.
"Dengan dimulainya era suku bunga rendah maka prospeknya akan progresif," sebutnya.
Utamanya dari perbankan karena diproyeksikan kinerja kredit mampu tumbuh double digit. Ini seiring meningkatnya potensi pertumbuhan pengajuan kredit, terlebih jika restrukturisasi Covid-19 diperpanjang.
Baca Juga: IHSG Koreksi, Deretan Saham Big cap Ini Juga Turun di 2024
"Selain itu, untuk sektor consumer non-cyclical juga didukung Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang bertahan di atas level 100," katanya.
Mirae Asset pun menjagokan saham-saham BBCA, BBNI, BMRI, BBRI, BSDE, CTRA, SMRA, KLBF, ICBP, INTP, MDKA, MEDC, SMGR, dan TLKM.
Alokasi dana investasi
Founder Finansialku.com Melvin Mumpuni melihat pergerakan pasar memang masih banyak dipengaruhi global. Selain itu, investor juga menunggu sentimen positif dalam negeri.
Dari sisi 'time horizon', Melvin menyebut untuk jangka pendek investor bisa melirik deposito dan reksadana pasar uang. Lalu, untuk jangka di atas 5 tahun, bisa masuk ke saham.
"Sekarang banyak saham-saham fundamental bagus yang harganya terdiskon," sebutnya.
Selain itu, surat utang pemerintah seri FR juga dilihat menarik lantaran memberikan yield menarik di 6,8% - 7,0%. Sementara untuk investor ritel juga bisa memaksimalkan di surat berharga pemerintah ritel, seperti SBR013.
Untuk alokasi dana, Melvin menyarankan investor untuk bergeser ke tipe moderat. Hal ini juga sembari menunggu kepastian dari pemangkasan suku bunga the Fed.
Dus, pengalihan dana dominan berada di instrumen obligasi sebesar 30%. Lalu, saham blue chip dan saham value stock, masing-masing sebesar 25%. Terakhir, sebesar 20% di instrumen reksadana pasar uang ataupun deposito.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News