Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
Restrukturisasi buntu
POLY mengharapkan Kementerian Keuangan lebih sigap dan aktif merespons permintaan mereka. Bila dikabulkan, emiten ini akan segera melakukan perbaikan, terutama untuk pabrik purified terephthalic acid (PTA) yang terhenti pada 2015 lantaran terbebani operasional akibat harga gas yang meninggi.
Sebelumnya, kapasitas produksi POLY untuk produk PTA mencapai 340.000 ton per tahun. Namun sejak berhenti beroperasi, emiten ini memutuskan revamping dan alih fungsi lini produksi yang ditargetkan rampung 2,5 tahun.
Dana yang dibutuhkan untuk revamping senilai US$ 50 juta. Padahal pabrik PTA mampu berkontribusi besar sebagai pabrik bahan baku polimer yang menjadi salah satu hulu industri tekstil. "Tutupnya pabrik PTA tersebut menyebabkan pasar regional tekstil Indonesia terganggu, sehingga ada efek psikologis ke pasar, jadi kami terus mempertimbangkan untuk menghidupkan lagi," jelas Prama. Namun langkah ini mungkin baru bisa terwujud bila restrukturisasi utang kelar dan harga gas turun.
Pada kuartal tiga lalu, penjualan yarn (benang) mendominasi pasar lokal POLY sebesar 48% atau US$ 115 juta. Jumlah itu tumbuh 16% dibandingkan periode sama tahun lalu US$ 99 juta. Adapun penjualan fiber di tingkat lokal turun 8% dari US$ 103 juta menjadi US$ 94 juta.
Sedangkan di pasar ekspor, baik yarn maupun fiber tumbuh positif. Pertumbuhan paling besar diraih yarn sebesar 29% dari sebelumnya US$ 27 juta menjadi US$ 35 juta. Sementara fiber tumbuh mini 1% menjadi US$ 9,7 juta.
Asia Pacific Fibers mengalokasikan US$ 12 juta–US$ 13 juta untuk belanja modal (capex) tahun ini. Mayoritas akan digunakan untuk pemeliharaan fasilitas pabrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News