Reporter: Dityasa H Forddanta, Riska Rahman | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sesuai prediksi, The Federal Reserve akhirnya menaikkan suku bunga 0,25% menjadi 1,5%–1,75%. Ibarat bisul meletus, satu ketidakpastian sudah tidak ada lagi.
Selang beberapa jam kemudian, Bank Indonesia memutuskan tak mengubah suku bunga acuan 7 Days Repo Rate di level 4,25%. Kini selisih bunga acuan Indonesia dengan bunga acuan AS terpaut tipis sebesar 2,5%–2,75%.
Meski satu urusan memudar, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum lepas dari sentimen negatif. Kemarin (Kamis, 22 Maret 2018), indeks saham ditutup turun 0,93% jadi 6.254,07.
Seolah belum puas dengan penurunan yang cukup dalam itu, Jumat (23/3) IHSG dibuka langsung terjun bebas Indeks terpangkas 163 poin atau 2,68% ke level 6.090,90 pukul 9:04 WIB.
Sejumlah analis menilai, pasar mulai mengkhawatirkan kecenderungan bank sentral negara lain mengerek suku bunga. Situasi ini bisa memperkeruh ekonomi dunia yang tengah dihadapkan pada era proteksionisme dan perang dagang antar negara.
Tanda-tanda itu mulai tampak. Kemarin, bank sentral tujuh negara kompak menaikkan bunga. Bank Sentral China, People's Bank of China, misalnya, mengerek bunga acuan dari 2,50% menjadi 2,55%. "Ini sentimen negatif baru untuk IHSG," ujar William Siregar, Analis Paramitra Alfa Sekuritas kepada KONTAN, Kamis (22/3).
Bank of England (BoE) dan European Central Bank juga berpeluang menaikkan suku bunga. Kemarin, pejabat BoE menyatakan, suku bunga di Inggris akan naik Mei 2018.
Nah, berbagai sentimen dari luar itu akan memicu lagi ancaman membesarnya capital outflow dari Tanah Air. Sebab, spread antara suku bunga Indonesia dan AS makin tipis. Spread US treasury tenor 10 tahun dan obligasi dollar AS Indonesia tenor sama kemarin juga tinggal 1,28%.
Target IHSG
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menyatakan, kondisi ini bisa membuat keuntungan investasi pihak asing tergerus. Sebab, ketika asing masuk ke Indonesia, dana mereka langsung dikonversi ke rupiah. "Tekanan ini bisa terjadi sepekan ke depan," ujar Frederik.
Vice President Research & Analyst Valbury Sekuritas Indonesia Nico Omer Jonckheere menyebut, dalam skenario terburuk, IHSG bisa turun hingga 5.500. "IHSG overbought di monthly chart, saham blue chips sudah diperdagangkan di nilai wajar," jelas dia. Akibatnya, muncul sedikit saja sentimen negatif, asing akan jualan.
Meski begitu, keputusan BI mempertahankan suku bunga akan positif bagi fundamental Indonesia. Sebab, daya beli masyarakat bisa terjaga. Atas dasar itu, William masih mempertahankan target IHSG akhir tahun di level 6.700.
Analis Royal Investium Sekuritas Wijen Ponthus menilai, masih ada beberapa sentimen positif yang bisa menetralisir tekanan eksternal pada indeks. Salah satunya pembagian dividen.
"Naiknya harga minyak juga sentimen positif, karena membuat cadangan devisa membaik," kata Wijen. Dia masih mempertahankan target IHSG di level 6.700–6.800.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News