Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski membukukan kenaikan pendapatan sepanjang tahun 2017 lalu, tetapi sejumlah emiten di sektor unggas justru mengalami penurunan laba. Hal itu terjadi karena masing-masing perusahaan terpaksa menanggung kenaikan beban operasional yang lebih besar dari sebelumnya.
Agar tidak kembali terulang, Adeline Solaiman, Analis PT Danareksa Sekuritas, mengatakan ada beberapa sentimen negatif yang perlu diwaspadai para emiten unggas.
“Yang perlu diwaspadai sekarang hanya harga bubuk kedelai dan pelemahan nilai tukar rupiah,” ujar Adeline kepada Kontan.co.id, Minggu (1/4).
Selain jagung, bahan baku pakan ternak juga menggunakan bubuk kedelai. Selama ini, bubuk kedelai didatangkan impor dari luar negeri. Harganya yang terus meningkat serta nilai tukar rupiah yang terus melemah berpotensi meningkatkan beban operasional perusahaan. Jika beban terus meningkat, maka hal itu dapat semakin menggerus laba bersih perusahaan.
Di lain pihak, William Siregar, Paramita Alfa Sekuritas mengingatkan emiten unggas perlu memperhatikan dan mengontrol harga jagung. Tahun 2017 lalu, laba perusahaan sempat tertekan karena pembengkakan beban operasi akibat kenaikan harga jagung.
“Mereka harus bisa menjaga harga jagung,” timpalnya.
Selama ini dibanding bisnis ayam potong, pemasukan emiten sektor unggas lebih didominasi dari sektor pakan ternak. PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) misalnya.
Sepanjang tahun 2017 lalu, dari total penjualan perusahaan sebesar Rp 29,6 triliun kontribusi penjualan pakan ternak mencapai Rp 17,836 triliun. Sedangkan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dari total penjualan Rp 49,37 triliun segmen pakan ternak menyumbang Rp 24,26 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News