Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) untuk merger dengan PT Bank Mandiri Syariah, dan PT Bank BNI Syariah bakal berdampak pada kepemilikan publik di perbankan syariah tersebut.
Asal tahu saja, saat ini kepemilikan publik di BRIS mencapai 1,79 miliar saham atau setara 18,47% dari total saham beredar. Sementara itu, induk BRIS, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi pemegang saham mayoritas dengan menguasai 7,09 miliar saham atau setara 73%.
“Jika melihat anggaran dasar BRIS saat ini, porsi kepemilikan investor publik memang pasti akan terdilusi, sehingga sebelum merger perlu ada persetujuan dari otoritas,” kata Analis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi kepada Kontan.co.id, Selasa (13/10).
Memang Nafi bilang BRI Syariah bisa mengubah anggaran dasar perseroan guna menghindari terdilusinya porsi publik lebih dalam. Atau dua bank yang akan digabung yaitu BNI Syariah dan Mandiri Syariah bisa mengambil porsi publik untuk masuk ke BRI Syariah.
Baca Juga: Merger bank syariah BUMN bisa terganjal aturan persaingan usaha?
Namun Nafi bilang, hal tersebut cukup sulit terealisasi, apalagi jika ada penambahan atau pengurangan kepemilikan saham. Sehingga kepemilikan publik dipastikan terdilusi.
Sementara Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji bilang, meski berpotensi tinggi terdilusi, investor publik bisa dapat kompensasi dari kenaikan harga saham BRIS.
Dalam perdagangan Selasa (13/10), saham BRIS tercatat tersangkut auto reject atas (ARA) lantaran telah melonjak 25%. Transaksi BRIS dilakukan dibuka pada harga Rp 920, dan ditutup pada harga Rp 1.125 per saham.
“Meski demikian, kenaikan harga saham selanjutnya akan bergantung terhadap sejauh mana emiten bisa meningkatkan kinerjanya secara fundamental,” ungkap Nafan.
Sebelumnya, Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Hery Gunardi sekaligus Ketua Tim Project Management Office Hery Gunardi bilang bank hasil merger bahkan bisa masuk jajaran sepuluh besar bank syariah berkapitalisasi pasar teratas di dunia.
“Tujuan merger untuk memiliki bank syariah yang besar, dan berdaya saing global. Bank hasil merger uga bisa masuk 10 bank terbesar berdasarkan kapitalisasi pasar di dunia,” kata Hery saat jumpa pers daring, Selasa (13/10).
Baca Juga: OJK dukung rencana merger bank syariah BUMN
Dengan target penyelesaian merger pada Februari 2021 mendatang, Hery menaksir total aset bank hasil merger bakal mencapai Rp 220 triliun hingga 225 triliun dengan laba Rp 2,2 triliun. Sedangkan dengan asumsi konservatif, hingga 2025, aset perbankan merger ini bisa mencapai Rp 390 triliun dengan pembiayaan Rp 272 triliun dan DPK senilai Rp 335 triliun.
Sayangnya Hery masih enggan membeberkan rancangan penggabungan usaha tersebut. Ia hanya bilang para pihak bakal secara resmi mengumumkan prospektus terkait pada 20 Oktober 2020 mendatang.
Selanjutnya: Bank syariah BUMN bakal merger, berikut prospeknya menurut analis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News