kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.930.000   20.000   1,05%
  • USD/IDR 16.230   -112,00   -0,69%
  • IDX 7.214   47,18   0,66%
  • KOMPAS100 1.053   7,20   0,69%
  • LQ45 817   1,53   0,19%
  • ISSI 226   1,45   0,65%
  • IDX30 427   0,84   0,20%
  • IDXHIDIV20 504   -0,63   -0,12%
  • IDX80 118   0,18   0,16%
  • IDXV30 119   -0,23   -0,19%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,20%

Analis: Kenaikan EPS dan pendapatan harus sejalan


Senin, 23 Oktober 2017 / 21:18 WIB
Analis: Kenaikan EPS dan pendapatan harus sejalan


Reporter: Chindy Puri | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah saham di Bursa Efek Indonesia mencetak laba per saham alias earning per share (EPS) di atas 100. Namun, beberapa di antaranya menorehkan total return minim. Misalnya, PT Merck Sharp Dohme Pharma (SCPI) mencetak EPS tertinggi yaitu Rp 19.000. Namun, total return sepanjang tahun turun 7,20%.

Analis First Asia Capital David Sutyanto mengatakan, menarik atau tidaknya saham perlu dicermati melalui rasio bukan nominal. Seperti price earning ratio (PER), price to book value ratio (PBV), maupun dividen rasio.

Menurut David, pada dasarnya EPS bukanlah angka mutlak. Pada prosesnya EPS kadang terdistorsi dengan faktor-faktor lain seperti pendapatan lain-lain, termasuk pendapatan anak perusahaan maupun pajak perusahaan. “Kita tidak hanya melihat bottom line tapi juga melihat top line. Jadi, perusahaan yang baik itu pendapatan naik, EPS juga naik,” paparnya.

Menurut David, sudah pakemnya harga saham naik sesuai dengan kenaikan laba. Ia memberi gambaran, jika pendapatan naik 20% maka harga saham juga harus naik 20% untuk menjaga rasio-rasio yang ada.

Nah, apabila EPS naik dan harga saham turun, itu artinya PER semakin kecil. Hal ini dilihat David sebagai peluang. “Masalahnya, kalau kita analisa suatu saham enggak bisa hanya lihat dari EPS. Harus lihat dari prospek emiten ke depan,” kata David.

Sebagai catatan, ada beberapa saham yang memiliki total return yang rendah selain SCPI. Diantaranya, PT Roda Vivatex (RDTX) memiliki EPS Rp 238 dan total return melemah 34,65%. PT Kino Indonesia (KINO) mempunyai EPS Rp 126 dan total return turun 34,93%, PT Prodia Widyahusada memiliki EPS Rp 115 dan total return menurun 43,57%.

Sementara itu, dari jajaran saham LQ45, total return PT Matahari Department (LPPF) tercatat melemah 36,96% dengan EPS Rp 375,01. Lalu, PT Bukit Asam (PTBA) melemah 13,24% dengan EPS Rp 427,84. Total return PT Astra Agro Lestari (AALI) juga menurun 8,63% dengan EPS Rp 126,02. Sementara, ASII menurun 1,44% dengan EPS Rp 105,47.

David menilai saham dengan EPS besar yang menarik cenderung saham perbankan, seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan Bank Central Asia (BBCA). BBRI memiliki EPS Rp 277,21 dengan PER 13,90 kali dan total return 38,20%. Sementara, BBCA memiliki EPS Rp 224,92 dengan PER 24,13 kali dan total return 32,30%.

“Banking enggak ada matinya tahun ini,” imbuh David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×