Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Perusahaan Gas Nasional Tbk (PGAS) sepanjang tahun ini diperkirakan bakal makin positif. Ini tak lepas dari proses rampungnya akuisisi atas anak usaha Pertamina, PT Pertagas.
Arandi Ariantara, analis Samuel Sekuritas Indonesia menuturkan, realisasi akuisisi 51% saham Pertagas oleh PGAS, yakni sebesar US$ 1,2 miliar memang ditargetkan rampung September 2018. Hanya saja, kelanjutnya akuisisi ini belum menemukan titik kelanjutan. “Sampai sekarang saja belum selesai proses akuisisinya. Kalau tuntas akhir bulan ini, berarti kinerja kuartal IV-2018 hanya akan memasukkan kinerja Pertagas pada dua bulan terakhir,” kata Arandi kepada KONTAN, Kamis (1/10).
Kuatnya neraca Pertagas dan askes pipa transmisi terbesar akan menyokong kinerja PGAS. Sebelumnya, PGAS mengumumkan akan mengakuisisi Pertagas dalam kurun waktu 90 hari sejak conditional share purchase agreement (CSPA) ditandatangani dan ditargetkan rampung pada September 2018.
Nilai akuisisi 51% saham Pertagas itu sendiri sebesar US$ 1,2 miliar dan menggunakan skema 30% kas dan 70% debt. Akuisisi ini berpotensi membuat net gearing PGAS menjadi 91%. “Integrasi Pertagas – PGAS diyakini akan mendorong kinerja PGAS. Diperkirakan EBITDA Pertagas berkontribusi sebesar US$ 228 juta (100% konsolidasi) ke PGAS di 2018,” kata Arandi.
Tak hanya itu, Arandi juga melihat, dengan mengambil sisa saham Pertagas, laba bersih PGAS pada tahun 2018 bisa tumbuh 73% atau menjadi US$ 248 juta. Ia bilang, PGAS hanya akan mengintegrasikan Pertagas dan Pertagas Niaga, serta tidak mengambil Perta Arun Gas (PAG), Perta Kalimantan Gas (PKG), Perta Samtan Gas (PSG) dan Perta Daya Gas (PDG).
“Pertagas dan Pertagas Niaga berkontribusi sebesar 73% dari laba bersih 2017 Pertagas, sehingga laba bersih PGAS 2018 masih akan terdongkrak menjadi US$ 248 juta,” ujarnya.
Arandi pun memproyeksikan pendapatan PGAS tahun 2018 mencapai US$ 3,58 miliar.
Analis Trimegah Sekuritas, Sandro Sirait juga menilai, meski terjadi keterlambatan akuisisi Pertagas, kinerja PGAS tidak akan berdampak. Untuk akuisisi senilai US$ 1,2 miliar, ia berpendapat, PGAS akan memiliki utang yang meningkat.
“Nanti pembayaran akan dilakukan dalam rupiah. Nilai transaksi akuisisi sekitar Rp 16,6 triliun. Karena rupiah terdepresiasi sebesar 11% year to date, jadi PGAS harus menyiapkan dana US$ 1,09 miliar, dan utang pada kuartal I-2019 sebesar USS 800 miliar,” imbuh Sandro dalam risetnya 22 Oktober 2018.
Disamping itu, Sandro melihat dengan rencana eksplorasi Saka Energi di akhir tahun depan juga menjadi tanda positif akan kinerja PGAS. Pasalnya, Sandro melihat, Saka Energi mampu menghasilkan 37,1 mmboe secara bruto dan 13,8 mmboe secara neto.
Asal tahu saja, EBITDA Saka Energi bisa mencapai US$ 600 juta per tahun. Dengan begitu, Sandro memproyeksikan, pendapatan PGAS tahun 2018 akan mencapai US$ 3,22 miliar.
Hanya saja, Sandro menilai ada ketimpangan dalam PGAS. Sebab perusahaan ini memiliki dua bisnis yang sangat berbeda yaitu Pertagas dan Saka Energi. Ia pun berpendapat, PGAS lebih condong ke bisnis gas daripada minyak hulu dan gas. Karena bisnis minyak hulu memiliki rasio price to earning lebih rendah dibanding bisnis gas.
“Price earning (PE) minyak hulu 10x pada tahun 2019, sementara gas 15x. Ditambah pendapatan semester I-2018 terdiri dari 81% utilitas gas dan 19% minyak dan gas, jadi akan lebih baik condong ke bisnis gas,” ulasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News