Reporter: Wahyu Satriani, Dina Farisah | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperluas agen penjual efek reksadana atau APERD kian serius. Selain menerbitkan draft aturan terkait pendaftaran agen penjual efek reksadana, otoritas finansial ini juga meluncurkan beleid mengenai perilaku agen penjual efek reksadana.
Beleid ini lebih spesifik mengatur mengenai kemampuan dan kesiapan sumber daya tenaga pemasaran. Tujuannya agar kepastian hukum lebih terjamin serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktik yang merugikan.
OJK mewajibkan setiap APERD memiliki surat tanda terdaftar dari OJK. Selain itu, APERD wajib memastikan kegiatan penjualan reksadana dilakukan oleh tenaga pemasaran yang telah mengantongi izin sebagai wakil perusahaan efek atau wakil agen penjual efek reksadana (Waperd) sebelum melakukan kegiatan pemasaran. APERD juga wajib menjadi asosiasi terkait penjualan efek reksadana.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida mengatakan, OJK juga tengah mengkaji segi keamanan aturan ini. Sebab, semakin banyak agen penjual, semakin menyita pengawasan otoritas. “Dari sisi internal OJK, kami sudah menetapkan prosedur operasi standar (SOP),” ujar Nurhaida, Minggu (20/10).
Untuk meminimalkan risiko, sejumlah larangan bagi APERD juga disebutkan dalam aturan ini. Di antaranya APERD tidak diperbolehkan menerbitkan konfirmasi atas penjualan atau subscription dan pembelian kembali atau redemption efek reksadana. APERD juga dilarang menjual efek reksadana yang dimiliki oleh pemegang reksadana tanpa izin dan instruksi dari pemegang efek reksadana.
APERD juga tidak diperkenankan membuat pernyataan yang negatif terhadap manajer investasi (MI) atau reksadana tertentu serta menjadikan komisi tambahan atau insentif sebagai dasar untuk merekomendasikan suatu reksadana kepada calon investor.
Aturan ini dibuat seiring mulai dibukanya beberapa pihak selain perbankan untuk menjadi APERD. Kini, sejumlah pihak, seperti perusahaan efek, perusahaan yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan sebagai APERD, perusahaan pegadaian, perasuransian, perusahaan pembiayaan, dan dana pensiun dapat menjadi APERD.
Direktur Utama BNI Asset Management Idhamshah Runizam menilai, diperlukan standard profesional dari APERD seiring realisasi aturan ini. "Tugas pengawasan APERD sebenarnya ada di OJK. Namun, dengan keterbatasan yang ada, sebaiknya Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) perlu berperan," ujar Idhamshah.
Head of Investment BNI Asset Management Abdullah Umar Baswedan menambahkan, OJK perlu mengetatkan pengawasan agar tidak terjadi miss-selling alias kesalahan dalam proses penjualan. Misalnya, agen mengiming-imingi imbal hasil tetap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News