Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada tahun ini, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menyiapkan belanja modal atawa capital expenditure (capex) sebesar US$ 450 juta hingga US$ 600 juta. Nilai ini lebih rendah dibandingkan alokasi belanja modal pada tahun lalu yang berkisar US$ 750 juta hingga US$ 900 juta.
Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan, belanja modal ini berasal dari kas internal dan pinjaman bank. "Alokasi capex pada tahun ini sebagian besar untuk heavy equipment," ungkapnya pada Kontan.co.id, Jumat (15/2).
Selain itu, sebagian belanja modal juga akan digunakan untuk pengembangan Adaro MetCoal (AMC). Sebagai informasi, pada tahun lalu, total produksi batubara AMC sebesar 1,01 juta metrik ton naik 12% dari perolehan pada tahun 2017. Sementara pada kuartal IV 2018 saja, produksi dari AMC sebanyak 160.000 metrik ton batubara kokas semi lunak dan batubara termal tingkat tinggi.
Penjualan batubara AMC pada tahun lalu sebesar 850.000 metrik ton atau naik 15% dari penjualan pada tahun 2017. Batubara ini dijual ke Jepang, Thailand, Indonesia, India, China, dan Eropa.
"Pada tahun lalu, pengupasan lapisan tanah penutup di AMC tercatat mencapai 8,74 juta bank cubic meter (bcm), sehingga nisbah kupas mencapai 8,65 kali," ungkapnya.
Ia tidak dapat menyebutkan berapa besar belanja modal yang digunakan untuk mengembangkan tambang batubara kokas milik perusahaan ini, namun tahun lalu, untuk pengembangan batubara kokas saja mereka menggunakan sekitar 40% dari total belanja modal. Sekadar informasi, AMC adalah perusahaan yang 100% sahamnya telah diakuisisi oleh Adaro dari BHP Billiton.
Sedangkan secara keseluruhan, pada 2019 emiten bersandi ADRO ini menargetkan produksi batubara sebesar 54 juta ton hingga 56 juta ton naik dari realisasi produksi batubara pada tahun lalu sebesar 54,04 juta ton. Total penjualan batubara pada tahun lalu sebesar 54,39 juta ton dengan penjualan ke Asia Tenggara sebesar 40%, kemudian penjualan ke Asia Timur sebesar 30%, India sebesar 14%, selanjutnya penjualan ke China sebesar 11%, dan sisanya ke negara lainnya sebanyak 5%.
Ia menjelaskan selama akhir tahun lalu permintaan dari China melemah lantaran adanya penurunan konsumsi listrik dari Juli hingga November 2018. Di samping itu, sambungnya, permintaan dari pasar Asia Tenggara juga bertumbuh.
Nadira bilang, pada tahun ini mereka belum ada rencana untuk menambah pasar ekspor baru. "Adaro belum menambah pasar baru karena pasar Adaro sudah cukup terdiversifikasi," jelasnya.
Melalui anak usahanya Kestrel Coal Resources, pada tahun lalu ADRO memproduksi batubara sebesar 4,76 juta ton, asal tahu saja ADRO memiliki saham yang mencapai 47,99% terhadap Kestrel Coal Resources Pty. Ltd yang memiliki 80% kepemilikan dalam Kestrel Joint Venture, mereka mengakuisisi pada Agustus 2018 silam.
Semenjak akuisisi ini, Kestrel Coal Resources melakukan program untuk meningkatkan efisiensi seluruh bisnisnya. Dengan adanya program itu, diharapkan bakal meningkatkan produksi pada tahun ini. Mereka memproyeksi produksi dari anak usaha ini akan meningkat sebesar 40% daripada 2018.
"Kita memperkirakan peningkatan volume ini akan diserap pasar dengan baik karena Kestrel memiliki batubara dengan kualitas premium yang banyak dicari di pasar seaborne," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News