kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Adaro Energy (ADRO) belum berencana tambah porsi ekspor ke China, kenapa?


Kamis, 15 Oktober 2020 / 08:05 WIB
Adaro Energy (ADRO) belum berencana tambah porsi ekspor ke China, kenapa?


Reporter: Dityasa H. Forddanta | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. China menghentikan impor batubara dari Australia. Namun, hal ini bukan berarti peluang tambahan bagi emiten batubara yang memiliki porsi ekspor untuk negeri tirai bambu tersebut.

Sebagai contoh, PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Perusahaan ini tak bisa serta-merta menambah volume ekspor ke China.

Pasalnya, penjualan ADRO merupakan kontrak penjualan jangka panjang. "Volume penjualan kami juga sudah disesuaikan dengan produksi," ujar Mahardika Putranto, Head of Corporate Secretary & Investor Relations kepada Kontan.co.id, Rabu (14/10).

Sehingga, ADRO masih mempertahankan panduan kinerja operasionalnya tahun ini. ADRO menargetkan produksi batubaranya sebesar 52 juta ton-54 juta ton hingga akhir tahun ini, turun sekitar 10% dari realisasi tahun lalu.

Mahardika menambahkan, aktivitas ekonomi China belakangan memang membaik. Hal ini tercermin dari angka impor batubara yang naik 15% secara tahunan menjadi 136 juta ton sepanjang paruh waktu tahun ini.

Baca Juga: Bawa angin segar, begini dampak positif omnibus law ke emiten tambang batubara

"Namun, tetap ada kekhawatiran akan adanya pembatasan impor dari China hingga akhir tahun," tandas Mahardika

Hingga semester pertama kemarin, produksi batubara ADRO turun 4% secara tahunan menjadi 27,29 juta ton. Volume penjualannya turun 6% menjadi 27,13 juta ton. Dari volume penjualan ini, sebesar 14% merupakan porsi penjualan ke China.

Dengan target tersebut, ADRO berharap mampu memperoleh EBITDA operasional antara US$ 600 juta hingga US$ 800 juta. Meski begitu, nilai ini juga turun 33%-50% dibanding realisasi tahun lalu. 

Penurunan ini seiring dengan antisipasi turunnya rata-rata harga jual atau average selling price (ASP) batubara hingga akhir tahun.

"Kondisi pasar saat ini sedang lemah. Tapi, kami optimistis  dengan fundamental jangka panjang pasar batu bara termal karena wilayah seperti Asia Tenggara dan Asia Selatan terus mengupayakan peningkatan di sektor ketenagalistrikan," terang Mahardika.

Selanjutnya: China boikot batubara dari Australia, begini efeknya ke pasar batubara menurut analis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×