kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Ada Rencana Konsolidasi Vale Indonesia (INCO) ke MIND ID, Ini Kata Analis Saham


Rabu, 07 Juni 2023 / 20:39 WIB
Ada Rencana Konsolidasi Vale Indonesia (INCO) ke MIND ID, Ini Kata Analis Saham
ILUSTRASI. Uji coba pengoperasian unit truk listrik CXMG tipe XDR-80-TE buatan China, di area operasi pertambangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) di Blok Sorowako, Sulawesi Selatan.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu, Filemon Agung, Pulina Nityakanti | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Polemik divestasi PT Vale Indonesia Tbk (INCO) awal pekan ini mengerucut di DPR.  Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi mengemukakan, komposisi saham Vale Indonesia sebanyak 20% saham dilepas ke publik mayoritas justru dikuasai pihak asing salah satunya dana pensiun Sumitomo. Padahal Sumitomo sudah memiliki saham INCO. 

Head of Communication Vale Indonesia Bayu Aji menjelaskan, INCO merupakan perusahaan terbuka sehingga seluruh informasi tentang perusahaan termasuk komposisi pemegang saham dilaporkan secara transparan dan berkala kepada otoritas terkait. 

Saat ini pemegang saham Vale Indonesia terdiri dari Vale Canada Ltd (43,79%), Sumitomo Metal Mining (15,03%), PT Indonesia Asahan Aluminium (20%), Publik (20,49%) dan Sumitomo Corporation.

“Informasi spesifik terkait komposisi 20% pemegang saham tertinggi PT Vale dilaporkan secara berkala dalam Laporan Tahunan (Annual Report),” jelasnya, Rabu (7/7).

Baca Juga: DPR Desak Pemerintah Jadi Pemegang Saham Mayoritas Vale Indonesia

Berdasarkan data Bloomberg yang diakses akhir Mei lalu, pemegang saham publik INCO sebesar 20,7% memang tidak seluruhnya lokal. Lima terbesar pemegang saham publik adalah badan usaha asing. Sebut saja Vanguard Group Inc 0,8%, Blackrock 0,68%, Baillie Gifford anc Co0,63%, Vale Japan Ltd 0,54% dan Norges Bank 0,46%. 

Di tempat keenam, barulah PT Schroders Investment Management Indonesia sebesar 0,33%. Ada beberapa nama lagi yang merupakan badan usaha Indonesia tapi kepemilikan di bawah Schroders. Sebut saja Danareksa Investment Management 0,1%, Indo Premier Scurities 0,04% atau BNI Securities 0,02%. 

Pertimbangan divestasi 11% itu dengan menghitung kepemilikan MIND ID 20% dan publik 20,7%. Jadi pasca divestasi 11%, kepemilikan pihak Indonesia sudah dianggap 51%.

UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) di Pasal 112 menyebut, badan Usaha pemegang Izin Usaha Pertamnbangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada tahap kegiatan Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham sebesar 51% ke pemerintah pusat, BUMN, swasta atau badan usaha swasta nasional

Ada kemungkinan, INCO harus divestasi di atas 11% agar memenuhi aturan UU Minerba ersebut. Tapi terlepas dari itu, CEO Edvisor.id Praska Putrantyo mengatakan, peningkatan divestasi saham tidak terlalu mempengaruhi kinerja fundamental INCO.

Menurutnya, saat ini kinerja keuangan INCO masih cenderung dipengaruhi oleh tren pergerakan komoditas nikel. Hanya saja,  “Pningkatan kepemilikan oleh MIND ID juga semakin mendorong perusahaan lebih konsisten dalam pembagian dividen, di samping kondisi tata kelola yang menurut saya dinilai sudah baik,” papar Praska.

Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta melihat, saham INCO yang mayoritas dikuasai asing menggambarkan bahwa para investor asing berekspektasi kinerja INCO ke depannya masih progresif.

Baca Juga: Komisi VII DPR Soroti Komposisi Saham Vale Indonesia (INCO)

Penguasaan asing juga mencerminkan bahwa good corporate governance (GCG) INCO masih positif, karena mereka percaya dengan kinerja INCO.

Nafan menuturkan, hilirisasi harus juga harus diteruskan. Program tersebut bersifat jangka panjang untuk meningkatkan kinerja average selling price (ASP). Sebab, added value atas nikel dinilai mampu menembus kinerja fundamental INCO.

“Jadi, ke depan INCO tidak lagi menjual ekspor raw materials. Hilirisasi ini bagus untuk menunjang perluasan ekosistem electric vehicle (EV),” tuturnya.

Konsolidasi INCO dengan MIND ID masih cukup lama, yaitu pada tahun 2025. Namun, para investor sudah mengatisipasi, konsolidasi akan terjadi. Mereka menilai, konsolidasi INCO dengan MIND ID bisa meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kinerja BUMN lain di bawah MIND ID. Sehingga ekosistem EV bisa terbangun secara terpadu.

Namun, kinerja INCO, baik saat dipegang asing maupun BUMN, itu masih bergantung pada good corporate governance (GCG).

“Selama GCG diterapkan secara efektif, baik asing atau BUMN yang punya INCO, jadinya sama saja. Jika kinerja fundamental INCO bagus, harga sahamnya nanti ikut terkerek,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×