Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) bulan Oktober akan kembali digelar 23 Oktober-24 Oktober 2019. Dalam RDG kali ini, pelaku pasar melihat ada peluang pemangkasan suku bunga acuan. Sebelumnya, suku bunga acuan telah turun tiga kali berturut dengan total penurunan 75 bps. Saat ini, suku bunga acuan BI berada di posisi 5,25%.
Adanya peluang suku bunga acuan turun lagi sebanyak 25 bps tentu memberi pengaruh pada kondisi pasar. Tak terkecuali, pasar obligasi juga berpengaruh jika suku bunga acuan benar akan diturunkan pada RDG pekan ini.
Analis menilai pasar akan semakin percaya diri untuk masuk ke pasar obligasi.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan sinyal BI untuk menurunkan lagi suku bunga acuan cukup terbuka dan jelas.
Baca Juga: Didorong sentimen domestik dan global, investor asing masih melirik SBN
Dengan situasi investor asing yang terus masuk ke pasar domestik, ia melihat seharusnya BI percaya diri untuk menurunkan suku bunga acuan di tengah potensi penurunan suku bunga The Fed. “Walaupun penurunan sebanyak 25bps masih tarik ulur antara bulan ini atau bulan-bulan depan,” ujar Ramdhan.
Ia menilai saat ini pasar butuh kepastian terkait pemangkasan suku bunga acuan ini. Jika benar terjadi, ia bilang investor lebih percaya diri untuk masuk ke pasar domestik termasuk pasar obligasi.
Dengan pemangkasan suku bunga acuan, Ramdhan menilai bahwa cost of fund juga bisa semakin lebih murah.
Namun Ekonom Pefindo Fikri C. Permana berpendapat, penurunan suku bunga tidak akan terjadi pada RDG BI pekan ini. Hanya saja, ia menilai pada RDG BI pekan ini pelaku pasar sedang menunggu arahan BI selanjutnya setelah ada pelonggaran moneter yang telah dilakukan.
“Saya melihatnya mungkin bukan di bulan ini, tapi memang masih ada ruang penurunan suku bunga,” ujar Fikri.
Fikri bilang ekspetasi pasar terhadap RDG BI bahwa ada langkah-langkah yang akan dilakukan BI untuk mencapai inflasi optimal. Hal ini mengingat bulan lalu justru terjadi deflasi.
Selain itu, pasar juga akan melihat market operation apa yang akan dilakukan untuk menjaga stabilitas rupiah dan pasar keuangan penurunan cadangan devisa dan meningkatnya kepemilikan asing di SBN.
Dengan adanya ekspetasi tersebut, Fikri menilai dampaknya bisa terwujud dalam kepercayaan bahwa fundamental ekonomi dalam negeri sedang baik dan bisa membentuk sentimen positif di pasar surat utang.
Selain itu, Fikri juga optimistis akan ada penurunan yield dan stabilitas di pasar keuangan domestik. “Hingga akhir tahun kami proyeksikan yield antara 6,8%-7,3%,” ujar Fikri.
Untuk ke depannya, Fikri berpendapat bahwa pasar obligasi Indonesia masih terlihat positif dari segi Surat Utang Negara (SUN) maupun surat utang korporasi. Hal positif tersebut nampak dari fundamental ekonomi Indonesia yang tergolong baik dibandingkan beberapa negara.
Hanya saja tetap ada risiko yang terjadi namun sifatnya tidak terlalu besar. “Baik SUN ataupun surat utang korporasi saya masih melihat hal yang positif,” ujar Fikri.
Fikri menyampaikan bahwa tantangan dari SUN adalah adanya risiko dari global yang bisa jadi meningkat. Risiko global itu datang dari isu resesi dengan penurunan pertumbuhan ekonomi khususnya di negara-negara maju dan risiko geopolitik.
Sedangkan untuk surat utang korporasi, tantangan terletak dari pertumbuhan ekonomi domestik dan cashflow dari masing-masing korporasi.
Ramdhan juga menilai proyeksi obligasi masih baik. Ini dilihat dari yield yang semakin menguat.
Baca Juga: BTPN akan terbitkan obligasi Rp 1 triliun, catat jadwalnya
Ia bilang yield SUN dalam 10 tahun bisa mencapai 7% - 7,15%. Selain itu, ia juga menilai hal ini tetap terjadi meskipun jika hasil RDG BI tidak memangkas suku bunganya.
Ia bilang dampak negatif jika tidak ada pemangkasan suku bunga acuan sangat kecil. “Pasar kita tetap menarik walau potensi wait and see dari investor cukup terbuka,” ujar Ramdhan.
Saat ini, Ramdhan dan Fikri juga mengatakan bahwa pasar obligasi juga akan dipengaruhi dengan penantian pelaku pasar terhadap pengumuman kabinet baru dari pemerintahan Jokowi - Ma’ruf Amin.
Fikri menilai pasar masih wait and see dengan nama-nama menteri yang akan mengisi kursi menteri di bidang perekonomian.
Sedangkan Ramdhan optimistis akan berpengaruh positif karena dinilai memiliki semangat pengelolaan yang lebih baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News