kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada Krisis Properti di China, Apa Dampaknya ke Sektor Properti Domestik?


Kamis, 24 Agustus 2023 / 19:43 WIB
Ada Krisis Properti di China, Apa Dampaknya ke Sektor Properti Domestik?
ILUSTRASI. Kinerja sektor properti di Indonesia diperkirakan tidak akan terdampak langsung dari krisis properti yang tengah terjadi di China.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sektor properti di Indonesia diperkirakan tidak akan terdampak langsung dari krisis properti yang tengah terjadi di China.

Sekretaris Perusahaan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) Agung Jemmy Kusnadi mengatakan, pihaknya tidak melihat adanya potensi dampak secara langsung dari kasus Evergrande terhadap penjualan properti di Indonesia.

“Kami bahkan di semester II 2023 ini memiliki rencana launching produk rumah dan komersial di beberapa lokasi pengembangan kami,” kata dia kepada Kontan.co.id, Rabu (23/8).

Baca Juga: Dibayangi Krisis Evergrande, Begini Proyeksi Kinerja Sektor Properti Indonesia

Analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei menilai, secara umum, properti di Indonesia lebih aman dari sisi utang, karena emiten properti rata-rata memiliki kas yang cukup memadai. 

Kasus Evergrande dan beberapa emiten properti lain di China dan Hong Kong mungkin menjadi sentimen kurang baik bagi properti dalam jangka pendek.

“Namun, di Indonesia seharusnya tidak terpengaruh karena memang kondisinya berbeda,” ungkap dia kepada Kontan.co.id, Selasa (22/8).

Jono menegaskan, hal yang perlu diperhatikan investor adalah jika ada emiten properti yang memiliki rasio utang lebih besar dari rata-rata.

“Jumlah utang emiten dalam mata uang asing juga perlu diperhatikan, karena risiko akan meningkat,” tutur dia.

Baca Juga: Saham Properti Masih Memiliki Energi

Menurut Jono, sentimen positif kinerja emiten sektor properti masih dari suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang dipertahankan. 

Sementara, produk yang masih menjadi unggulan adalah rumah tapak. Sebab, preferensi masyarakat yang tinggi diiringi waktu pembangunan dan serah terima yang cepat. Hal itu dapat mendorong developer akan memiliki perputaran kas yang cepat. 

“Emiten properti yang memiliki pendapatan berulang yang stabil dan kuat terutama dari mall dan hotel juga dapat menjadi pilihan,” tuturnya.

Jono pun merekomendasikan buy untuk SMRA dengan target harga Rp 730 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×