Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT ABM Investama Tbk (ABMM) kembali melakukan strategi "gali lubang tutup lubang" untuk mengurangi beban keuangan. Emiten yang tergabung dalam Grup Trakindo ini telah menarik satu fasilitas pinjaman senilai US$ 312 juta.
Hal itu terungkap dalam catatan atas laporan keuangan ABMM tahun buku 2013 yang dirilis belum lama ini. Mengacu pada catatan tersebut, ABMM menarik fasilitas term loan pada tanggal 20 Januari 2014 lalu.
ABMM kemudian mentransfer dana tersebut kepada beberapa anak usaha yang akan digunakan untuk melunasi pinjaman ke bank. Utang ini merupakan bagian dari fasilitas club deal senilai US$ 450 juta yang perjanjiannya ditandatangani pada 18 Desember 2013.
Kreditur fasilitas Club Deal di antaranya OCBC Ltd, PT Bank OCBC NISP, DBS Bank Ltd dan PT Bank ANZ Indonesia. Secara spesifik, jatuh tempo fasilitas term loan US$ 312 juta adalah 27 bulan sejak tanggal penarikan.
Strategi refinancing ini sejatinya sudah dikaji ABMM sejak tahun lalu. Soalnya, beban keuangan yang mesti dibayar ABMM terus meningkat dari setiap periode keuangan.
Di tahun 2013, ABMM menanggung beban keuangan senilai US$ 59,62 juta, naik 39,54% dibandingkan 2012 yang US$ 42,72 juta. Kenaikan beban keuangan ini menjadi salah satu faktor penggerus laba bersih ABMM.
Tahun lalu, laba bersih ABMM tercatat hanya US$ 4,61 juta. Bandingkan dengan perolehan laba bersih ABMM di 2012 yang masih senilai US$ 13,64 juta. Selain naiknya beban keuangan, merosotnya laba bersih tentu tidak terlepas dari performa penjualan.
ABMM membukukan penjualan senilai US$ 77,02 juta di 2013, lebih rendah 12,39% dari tahun sebelumnya yang US$ 886,97 juta. Andi Djajanegara, Presiden Direktur ABMM menyatakan, segmen kontraktor dan tambang batubara tercatat jadi andalan dengan menyokong 58,06% pendapatan.
Tahun lalu, penjualan batubara anak usaha ABMM, PT Reswara Minergi Hartama (Reswara) tercatat naik 14% year-on-year (yoy) menjadi 5,3 juta ton. Ini adalah pencapaian tertinggi dalam sejarah bisnis Reswara.
Namun, ABMM tentunya tidak dapat berkelit dari masih rendahnya harga jual batubara dunia sehingga segmen ini hanya menyokong pendapatan US$ 451,17 juta. Bandingkan dengan pendapatan bisnis kontraktor dan tambang batubara di 2012 yang senilai US$ 536,08 juta.
"Kami menghadapi kenyataan kondisi industri pertambangan, khususnya batubara, yang belum pulih," kata Andi dalam keterangan resmi. Kontributor terbesar kedua adalah bisnis jasa yang menopang 36,73% pendapatan ABMM di tahun lalu.
Sementara bisnis manufaktur tercatat berkontribusi 5,21% dari total pendapatan perusahaan. Pada Jumat (4/4), harga ABMM ditutup tidak bergerak dari Rp 3.050 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News