kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Widodo Nurly lihai memutar uang lewat bisnis


Sabtu, 06 Januari 2018 / 16:00 WIB
Widodo Nurly lihai memutar uang lewat bisnis


Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Widodo Nurly Sumady sudah memiliki jiwa bisnis dan keinginan berinvestasi sejak duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). Founder dan Chief Financial Officer PT Borneo Olah Sarana Sukses ini menggolongkan dirinya sebagai investor agresif.

Usai menimba ilmu keuangan dan pemasaran di Curtin Business School, Australia, Widodo sempat berkarier di PT Astra International Tbk. Setahun kemudian, ia beralih ke Tamara Bank dan masuk divisi investment banking.

Sejak saat itulah, Widodo mulai serius trading saham dan valuta asing (foreign exchange/forex). "Bekerja di divisi investment banking, setiap hari kerja analisa. Akhirnya, saya mulai main saham dan forex. Orang bilang, saya dagang dollar," kenang dia.

Pengalaman bekerja di dunia investasi juga membuat Widodo peka terhadap ancaman krisis ekonomi yang melanda di 1997. Karena itulah, dia tak banyak menyebar portofolio investasinya di saham. Saham yang ia koleksi kala itu juga terbatas di saham emiten pelat merah seperti PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).

US$ 1 juta di usia 24

Widodo justru mengail cuan besar dari investasi forex. Dia berhasil menjual dollar di rentang Rp 11.000–Rp 15.000. Keuntungan yang dikantongi dari investasi di saham dan forex, membuat pria kelahiran 1 Februari 1973 ini berhasil mengumpulkan US$ 1 juta saat usia 24 tahun. "Saya memang all out dan agresif saat itu, karena belum berkeluarga," cerita dia.

Karier Widodo di bank tak berlangsung lama. Pada 1999, ia memutuskan keluar dan memutar uang lewat bisnis sektor riil. Mulanya, Widodo merintis bisnis pengolahan kayu untuk flooring di Jambi. Ia juga sempat mendirikan States Information Technology (SIT), sebuah sekolah teknologi informasi. Namun, kedua usaha ini mandek.

Tahun 2008, Widodo kembali mencoba peruntungan lewat bisnis komoditas. "Saya dan partner mencoba masuk ke bisnis sawit dan memulai bisnis batubara," ujar dia. Usaha inilah yang akhirnya konsisten digeluti hingga sekarang.Saat ini, dia juga mengelola beberapa bisnis lain, seperti distributor kosmetik.

Selain memutar uang lewat sektor riil, forex dan saham, Widodo juga menempatkan sebagian kecil dana di reksadana dan asuransi. Namun, ia mengaku tak terlalu antusias dengan instrumen investasi konservatif. "Reksadana, deposito, dan asuransi hanya 5% dari keseluruhan porsi investasi," jelas Widodo.

Sekitar 70% asetnya diputar lewat bisnis perusahaan. Sedangkan sisanya ditaruh dalam instrumen properti. Di sektor properti, Widodo menggenggam aset berupa apartemen di bilangan Jakarta Pusat. Dalam jangka panjang, ia berencana memperbesar porsi investasi properti. "Meskipun gain dari properti tidak terlalu tinggi, tapi setiap tahun harganya naik. Yang terpenting, pintar memilih lokasi dan tahu momentum yang tepat," tuturnya.

Widodo mengaku, prinsipnya dalam berinvestasi cukup sederhana, yakni menyesuaikan pilihan instrumen investasi dengan profil risiko dan kebutuhan. Misal, saat memilih saham, investor seharusnya memahami konsekuensi bahwa investasi saham harus selalu dipantau. Jadi, ketika tak memiliki cukup waktu untuk memantau, investor bisa beralih ke instrumen konservatif.

Dalam berinvestasi, tentu ada ekspektasi terhadap keuntungan yang ingin diraih. Namun, menurut dia, ekspektasi itu harus tetap realistis. Selain itu, berinvestasi artinya berani disiplin belajar hal baru setiap saat.

Menurut Widodo, investor juga harus mengenal timing. Artinya, tahu kapan waktu yang tepat untuk masuk ke instrumen investasi, serta kapan harus keluar dan menikmati cuan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×