kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren harga minyak kerek margin industri petrokimia


Selasa, 05 September 2017 / 21:46 WIB
Tren harga minyak kerek margin industri petrokimia


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Tren bearish harga minyak dunia membuat bahan baku sektor petrokimia masih berada dalam tren rendah. Sehingga, hal ini berpotensi mengerek margin bisnis pemain di industri tersebut.

Pertanyaan selanjutnya, apakah tren bearish minyak dunia yang jadi sentimen positif petrokimia itu masih bisa berlanjut hingga akhir tahun?

Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia Taye Shim mengatakan, masih cukup banyak alasan untuk membuat harga minyak masih berada dalam tren bearish. Salah satu yang paling utama, suplai minyak kedepan masih akan berlimpah, sementara permintaanya juga menyusut.

"Pada dasarnya, produk utama petrokimia berasal dari proses pengolahan minyak bumi menjadi naptha. Jadi, ketika harga minyak rendah, margin mereka akan membaik," jelas Taye kepada KONTAN, Selasa (5/9).

Kabar baik lainnya di sektor ini adalah, petrokimia diprediksi menjadi salah satu penggerak perekonomian nasional. Ini karena masih tingginya permintaan produk petrokimia.

Bahkan, gap antara permintaan dengan suplai petrokimia bakal terus melebar. Contohnya, produk polyethylene. Tahun lalu, suplai produk ini secara nasional sebesar 833 kilotons per annum (KTA).

Sementara, permintaan mencapai 1.317 KTA. Gap ini akan terus melebar hingga diprediksi permintaan polyethylene pada 2020 nanti mencapai 1.625 KTA sementara suplainya hanya 1.231 KTA.

Kompetisi bisnis ini di pasar domestik juga masih enteng. "Sehingga, kami melihat masih ada peluang yang cukup untuk dimaksimalkan," imbuh Taye.

Sejatinya, sentimen dari turunnya harga bahan mentah ditambah potensi besarnya permintaan di masa mendatang juga bisa dinikmati oleh PT Lotte Chemical Titan Tbk (FPNI). Namun, TPIA masih lebih unggul seiring lebih banyaknya produk yang diproduksi ketimbang FPNI.

TPIA memproduksi sekitar sembilan produk, sementara FPNI hanya dua produk petrokimia. Diferensiasi produk itu membuat TPIA masih menjadi pemimpin pasar dengan penguasaan pangsa pasar 35%. Sementara, FPNI baru sekitar 5%.

Yuni, analis NH Korindo Sekuritas Indonesia memprediksi, kinerja TPIA yang selama ini terbilang spektakuler akan sulit terulang. Tingginya pertumbuhan dapat dipicu
oleh produk butadiene yang mencatatkan pertumbuhan 280% year on year (yoy) jadi US$ 88 juta per kuartal I 2017.

Namun, porsi penjualan butadiene masih kecil, yaitu di sekitar 14% dari pendapatan konsolidasi TPIA, US$ 633 juta. "Ini belum cukup kuat untuk menopang total penjualan," tulis Yuni dalam riset 1 Agustus.

Yuni merekomendasikan hold saham TPIA dengan target harga hingga akhir tahun Rp 28.300 per saham. Target harga itu mencerminkan price earning ratio (PER) sebesar 13,3 kali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×