kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tak semua emiten properti terkerek LTV


Senin, 25 Juni 2018 / 08:30 WIB
Tak semua emiten properti terkerek LTV
ILUSTRASI.


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) berencana merelaksasi aturan loan to value (LTV) kredit properti. Kebijakan ini diprediksi akan mengerek prospek kinerja dan saham emiten properti.

Analis Royal Investum Sekuritas Wijen Ponthus mengungkapkan, pelonggaran LTV akan menguntungkan generasi milenial. Jenis properti yang diincar anak zaman now ini adalah resindential landed house, khususnya untuk kelas menengah. "First home owner justru akan datang dari generasi milenial dan kalangan menengah. Menurut saya, sebagian besar adalah generasi usia 25–35 tahun," kata Wijen kepada KONTAN, kemarin.

Investor di sektor properti harus mengakumulasi secara terus-menerus. Apalagi, Wijen menilai untuk jangka panjang, properti masih akan sangat diuntungkan. "Apalagi dengan generasi milenial yang terus bertumbuh, serta upaya pemerintah melakukan pemerataan infrastruktur," jelas dia.

Meski dampak pelonggaran kebijakan LTV baru akan terasa setelah 6–12 bulan ke depan, saham emiten properti seperti SMRA dan BSDE diperkirakan paling diuntungkan kebijakan ini.

Namun, pelonggaran LTV tidak akan berdampak signifikan bagi beberapa emiten properti. "(Pelonggaran) tidak berdampak signifikan pada saham properti lahan industri dan saham properti kelas menengah atas serta high residential," Wijen.

Namun, Analis Senior Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar mengungkapkan, kebijakan LTV tidak akan berpengaruh signifikan. Sebab, permintaan properti masih lesu.

Bahkan tanpa pelonggaran LTV, kata dia, beberapa pengembang sudah menerapkan strategi untuk mendorong permintaan properti. Faktanya, upaya itu belum berhasil membangunkan sektor properti dari tidur panjangnya.

"Seperti memberikan DP 5 kali dan cicil dengan biaya murah, ternyata sejauh ini properti belum bangkit. Bagi pemerintah ini langkah baik, tapi bagi pengembang, hal ini belum signifikan," ungkap William, yang menilai harga rumah saat ini masih tinggi dan berpotensi bubble.

Ditambah ada sentimen perang dagang dan kenaikan suku bunga The Fed, maka sektor properti masih mendapat banyak tekanan. "Investasi di sektor properti masih menguji momentum, investor wait and see," ujar William.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×