kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Seri akhir tekanan kredit bermasalah bagi BMRI


Kamis, 27 Oktober 2016 / 08:25 WIB
Seri akhir tekanan kredit bermasalah bagi BMRI


Reporter: Emir Yanwardhana | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Enam hari perdagangan bursa berturut-turut, harga saham Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun. Penurunan kinerja bank ini berandil menyeret turun harga BMRI.

Maklum, laba bersih bank plat merah ini turun 17,6% dari Rp 14,58 triliun pada sembilan bulan pertama tahun lalu menjadi Rp 12,01 triliun di periode sama tahun ini. Padahal, pendapatan bunga bersih BMRI naik 8,05% dari Rp 52,64 triliun menjadi Rp 56,88 triliun.

Penurunan laba ini disebabkan oleh adanya peningkatan pencadangan untuk antisipasi kenaikan kredit bermasalah. Pencadangan BMRI naik dari sebelumnya Rp 8,48 triliun menjadi Rp 15,98 triliun.

Analis Ciptadana Securities Syaiful Adrian mengungkapkan, net interest margin (NIM) BMRI tumbuh kuat di kuartal tiga jadi 6,5% dibandingkan 5,8% pada kuartal dua. Salah satunya berkat pembayaran US$ 148 juta dari Royal Golden Eagle (RGM) Group.

"Tanpa pembayaran RGM, NIM BMRI hanya naik jadi 6%," kata Syaiful dalam riset, Rabu (26/10).  Memang, tanpa pembayaran RGM, NIM Bank Mandiri pun masih tumbuh.

Analis BCA Sekuritas Igor Nyoman Putra mengungkapkan, cost to income ratio alias rasio biaya operasional terhadap pendapatan BMRI masih di 43,9%. "Ditambah lagi, laba operasional sebelum pencadangan BMRI lebih baik ketimbang estimasi kami," kata Igor.

BMRI sebelumnya mengungkapkan, puncak kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) sudah terlewati. Saat ini hanya tinggal proses restrukturisasi satu debitur besar lagi. "Kami memprediksi, BMRI bisa menurunkan NPL jadi 3,5% di kuartal empat," ujar Syaiful.

Di kuartal tiga, BMRI mencatat NPL mencapai 3,86%, naik dari kuartal kedua yang mencapai 3,81%. Sedangkan Igor memperkirakan, NPL BMRI akan turun menjadi 3,8% di akhir tahun ini.

Sementara itu Analis Phillip Capital Jasa Adhimulya mengatakan, NPL masih menjadi risiko tinggi bagi kualitas aset BMRI. "Kami memperkirakan, NPL memburuk di kuartal keempat dan bisa menembus lebih dari 4%, baru membaik tahun depan," ungkap Jasa.

Di sisi lain, prospek emiten BMRI juga masih baik seiring dengan pulihnya harga komoditas, pemulihan daya beli dan agresifnya pembangunan infrastruktur pemerintah. Ini akan menguntungkan bagi bank yang masuk ke bisnis kredit korporasi seperti Bank Mandiri.

Jasa juga menyoroti rencana pergeseran bisnis BMRI dari kredit korporasi ke kredit ritel akan positif. BMRI menargetkan kontribusi kredit ritel naik menjadi 40% pada tahun 2020 dari posisi saat ini 33%. Ini akan meningkatkan yield kredit dan memperbaiki kualitas aset BMRI.

"Permintaan pun akan naik, didorong oleh pertumbuhan tinggi pada kenaikan upah dan kredit perumahan," ungkap Jasa.

Peluang lagi pertumbuhan BMRI, kata Jasa, berasal dari transaksi e-money. Transaksi e-money BMRI tumbuh rata-rata 120% per tahun dalam tiga tahun terakhir. Dari total transaksi, sekitar 36% berasal dari e-toll.

"BMRI bisa memiliki pendanaan murah jangka pendek dan medium melalui pengguna e-money yang lebih banyak," ungkap Jasa.

Ketiga analis memberikan rekomendasi berbeda bagi BMRI. Igor merekomendasikan buy saham BMRI dengan target harga Rp 13.450. Syaiful merekomendasikan hold BMRI dengan target harga Rp 10.300.

"Meski prospek kualitas aset membaik, harga saham BMRI telah naik 25,9% sejak Mei," ungkap Syaiful. Sedangkan Jasa merekomendasikan sell BMRI dengan target harga Rp 9.400 per saham. Pada perdagangan Rabu (26/10), saham BMRI ditutup melemah 0,89% menjadi Rp 11.075 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×