kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45936,64   8,28   0.89%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Saham Gudang Garam (GGRM) sudah merosot 34% sejak awal tahun, ini rekomendasi analis


Senin, 18 November 2019 / 16:47 WIB
Saham Gudang Garam (GGRM) sudah merosot 34% sejak awal tahun, ini rekomendasi analis
ILUSTRASI. Rokok Gudang Garam (GGRM).


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Harga saham melorot lebih dari 34% sepanjang 2019 akibat penetapan tarif kenaikan cukai rokok, rupanya tak melunturkan prospek positif saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) di sisa 2019.

Ini tercermin dari masih banyaknya analis yang optimistis terhadap kinerja saham rokok tersebut dan masih merekomendasikan untuk beli.

Baca Juga: Tarif Cukai Naik, Ini Rekomendasi Analis untuk Saham Gudang Garam (GGRM)

Analis Kresna Sekuritas, Robertus Yanuar Hardy mengungkapkan bahwa tekanan harga saham yang terjadi pada emiten, anggota indeks Kompas100 ini, murni karena dampak dari kenaikan tarif cukai rokok. 

"Selain itu, dampak dari pengurangan bobot indeks LQ45 dan IDX30 juga berpengaruh," jelas Robertus kepada Kontan, Senin (18/11). 

Sebagaimana diketahui, mulai Januari 2020 nanti tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang baru akan diimplementasikan. Di mana, rata-rata kenaikan tarif CHT sebesar 21,55%. Tentunya kondisi tersebut berpotensi menggerus kinerja emiten rokok jika tidak disiasati dengan strategi yang tepat.

Jauh sebelum itu diterapkan, saham GGRM sudah tertekan dampak dari rebalancing indeks LQ45 dan IDX30. Agustus lalu, terjadi rebalancing yang mengubah bobot saham LQ45 menjadi 100% free float. Padahal, di periode sebelumnya bobot free float dalam perhitungan saham LQ45 hanya 60%. 

Baca Juga: Tarif Cukai Naik, Ini Rekomendasi Analis untuk Saham Gudang Garam (GGRM)

Meskipun begitu, Robertus optimistis di jangka panjang prospek GGRM masih positif. Ini karena, kenaikan tarfi cukai kerap terjadi dan dampaknya dinilai hanya sementara. Untuk itu, Robertus masih mempertahankan rekomendasinya untuk beli dengan target harga Rp 70.000 per saham.

"Sampai setahun ke depan, seharusnya prospek masih bagus secara fundamental, karena toh kenaikan cukai sudah terjadi setiap tahun sebelumnya," ungkapnya. 





[X]
×