kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelemahan rupiah tak cerminkan fundamental Indonesia saat ini


Kamis, 26 April 2018 / 22:38 WIB
Pelemahan rupiah tak cerminkan fundamental Indonesia saat ini
ILUSTRASI. Nilai tukar rupiah


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan rupiah nyaris menyentuh Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat (AS) tidak menggambarkan kondisi fundamental Indonesia. Ekonom memproyeksikan pelemahan ini terjadi karena pengaruh sentimen eksternal dan hanya bersifat sementara.

Prediksi kenaikan suku bunga Federal Reserve yang lebih agresif membuat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah 2,48% sejak awal tahun menjadi Rp 13.891 per dollar AS, Kamis (26/2).

Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mengatakan, fundamental Indonesia kuat. Hal ini terlihat dari data cadangan devisa yang masih cukup untuk menjaga kestabilan rupiah. Katarina mengatakan jika dibandingkan cadangan devisa di 2013 yang sempat turun Rp 7 triliun, kini cadangan devisa per Maret hanya turun Rp 3,9 triliun.

Bahkan, pada Januari 2018 cadangan devisa Indonesia sempat mencapai rekor di posisi US$ 131,98 miliar. "Pelemahan rupiah saat ini hanya temporary saja, dari Bank Indonesia (BI) pun sudah komitmen akan terus menjaga rupiah," kata Katarina, Kamis (26/4).

Berbagai kebijakan pemerintah kini juga dibuat untuk mendukung kestabilan rupiah. Antara lain, BI mewajibkan korporasi untuk hedging dan mewajibkan segala transaksi di Indonesia harus menggunakan rupiah. Dengan kewajiban ini, maka permintaan dollar AS bisa menyeluruh tidak hanya tinggi saat pembagian dividen dan utang jatuh tempo.

Katarina pun optimistis kondisi fundamental Indonesia yang kuat membuat Indonesia jauh lebih siap menghadapi goncangan faktor eksternal. Kekuatan fundamental Indonesia didorong oleh pemulihan ekonomi yang masih berlanjut. Ini terlihat dari realisasi belanja pemerintah atau anggaran sosial melonjak 171% pada Januari ke Februari 2018. Tentunya ini baik untuk mendorong daya beli masyarakat.

Dari penerimaan pajak juga membawa kabar baik, karena target penerimaan pajak realisasinya naik 17,6% hingga 3 Maret 2018. Katarina juga menyebut di kuartal I 2018 NPL sejumlah bank mulai turun. Hal tersebut menunjukkan fundamental Indonesia baik para perusahaan tidak mengalami krisis sehingga bisa bayar utang.

Perbaikan permintaan sejak Maret 2018 mulai naik di sektor konsumsi. Inflasi inti mulai naik dan Katarina mengharapkan hal ini bisa berlanjut dan semakin menguatkan fundamental Indonesia.

Katarina memproyeksikan current account deficit berada di 1,85%-2,3% dari produk domestik bruto (PDB). Sementara inflasi, Katrina proyeksikan terkendali di 3,2%-3,3%. Sedangkan suku bunga acuan tahun ini diproyeksikan berada di 4,25%-4,75%. Terakhir, pertumbuhan ekonomi tahun ini diproyeksikan bisa mencapai 5,2%-5,4%. Dengan proyeksi tersebut, Katarina memperkirakan rupiah hari tahun ini bisa kembali menguat direntang Rp 13.300 per dollar AS-Rp 13.700 per dollar AS.

Ekonom BCA David Sumual pun mengatakan, kondisi fundamental Indoensia kuat dengan inflasi yang stabil. Namun, dengan pelemahan rupiah ini inflasi berpotensi meningkat, karena kegiatan impor saat rupiah melemah bisa menimbulkan peningkatan inflasi. David memproyeksikan jika rupiah berlanjut melemah, kenaikan inflasi bisa terjadi di 3-6 bulan mendatang.

David menilai, dengan fundamental yang kuat seperti ini, valuasi rupiah atau real effective exchange rate (REER) sudah murah berada di level 85. "REER di bawah 100 berarti murah," kata David. Saat ini tinggal menunggu bagaimana keputusan The Fed maka dalam jangka pendek rupiah masih akan tertekan.

Namun, David memperkirakan The Fed tahun ini tidak akan menaikkan suku bunga secara agresif. The Fed akan belajar dari European Central Bank (ECB) yang pernah menaikkan suku bunga secara agresif dan malah berdampak pada penurunan ekonomi.

Di tengah spekulasi yang berkembang, penting diperhatikan langkah BI dalam menjaga rupiah agar bergerak tidak terlalu volatil. "Jika menguat atau melemah terlalu signifikan bisa menggangu kepercayaan pasar dan kesiapan pasar untuk melakukan adaptasi," kata David.

Dengan fundamental saat ini David memproyeksikan rupiah bisa menguat di Rp 13.600 per dollar AS-Rp 13.700 per dollar AS pada akhir tahun. Sementara Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede memproyeksikan jangka pendek rupiah masih akan berada di rentang Rp 13.900 per dollar AS - Rp 14.000 per dollar AS. Sementara, untuk jangka panjang Josua memprediksikan rupaiah berada di rentang Rp 13.600 per dollar AS-Rp 13.800 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×