kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pajak dan moneter AS jadi sentimen buruk rupiah


Rabu, 06 Desember 2017 / 07:30 WIB
Pajak dan moneter AS jadi sentimen buruk rupiah


Reporter: Dimas Andi, Yoliawan H | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Buat Anda yang kerap membutuhkan dollar Amerika Serikat (AS), bersiaplah. Bisa jadi, kurs rupiah terhadap dollar AS tahun depan tertekan.

Pasalnya, dollar AS tengah berada dalam tren penguatan. Ada dua sentimen yang berpotensi mengerek mata uang negeri Paman Sam ini menguat, yakni program reformasi pajak dan rencana kenaikan suku bunga AS.

Memang, saat ini dampak langsung dari sentimen tersebut tidak terlalu besar. Sebab, Ekonom Bank Central Asia David Sumual berpendapat, pelaku pasar sudah mengantisipasi sentimen tersebut.

Maklum, Presiden AS Donald Trump sudah gembar-gembor soal rencana pemangkasan pajak sejak terpilih sebagai presiden. Rencana kenaikan suku bunga AS juga bukan berita baru.

Putu Agus Pransuamitra, analis Monex Investindo Futures juga sependapat. Jangka pendek, efek sentimen reformasi pajak AS dan agenda The Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan terhadap rupiah cenderung terbatas.

Apalagi, saat ini sentimen perkembangan makroekonomi dalam negeri masih cukup kuat menopang nilai tukar rupiah. Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi, dalam jangka pendek nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih stabil di rentang Rp 13.400 hingga Rp 13.550 per dollar AS.

Tetapi, pelaku pasar perlu mencermati dampak dari program tersebut terhadap rupiah dalam jangka panjang. Dampak dari kedua faktor tersebut terhadap rupiah bakal terasa bila pemangkasan pajak dan kenaikan suku bunga sukses memperbaiki pertumbuhan ekonomi AS

Dengan asumsi beleid pajak baru di AS tetap mematok pengurangan pajak penghasilan perusahaan-perusahaan swasta di AS dari 35% menjadi 25%, David menuturkan, hal ini semestinya dapat memacu iklim investasi di AS. Selanjutnya, ekonomi AS berpotensi tumbuh lebih pesat.

Ditambah dengan kenaikan suku bunga acuan, maka sentimen tersebut berpotensi memicu pulangnya dana asing ke AS. Jika skenario demikian berhasil, besar kemungkinan sejumlah mata uang emerging market akan tertekan, termasuk rupiah. "Bisa saja nanti rupiah bisa tembus di atas Rp 13.600," ujar David..

Tapi perlu dicermati, Putu bilang, pemangkasan pajak AS bukan tanpa cela. Ketika kebijakan tersebut diberlakukan, ada risiko pendapatan pajak yang diterima pemerintah AS berkurang. Potensi kenaikan suku bunga acuan The Fed hingga tiga kali di tahun 2018 juga belum tentu terlaksana, jika ekonomi AS tidak meningkat signifikan.

David menilai, rupiah masih bisa menangkal tekanan eksternal selama kondisi perekonomian dalam negeri kondusif. Hal tersebut ditandai oleh tingkat inflasi yang terjaga dan suku bunga acuan Bank Indonesia yang stabil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×