kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menguji daya tahan emiten konstruksi


Jumat, 09 Februari 2018 / 06:47 WIB
Menguji daya tahan emiten konstruksi


Reporter: Riska Rahman | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Percepatan proyek infrastruktur juga memunculkan efek negatif. Salah satunya adalah tren peningkatan kecelakaan kerja di proyek konstruksi.

Dalam lima bulan terakhir, sejak Agustus 2017 hingga awal Februari 2018, Kementerian PUPR mencatat 13 kecelakaan kerja di sejumlah proyek infrastruktur. Ini termasuk musibah runtuhnya terowongan di kawasan Bandara Soekarno-Hatta.

Dari total 13 kecelakaan tadi, sembilan di antaranya terjadi di proyek yang dikerjakan emiten BUMN Karya, seperti Waskita Karya (WSKT), Wijaya Karya (WIKA) dan Adhi Karya (ADHI). Ada pula insiden di proyek apartemen Pakubuwono Spring, Jakarta, yang digarap emiten konstruksi swasta, Total Bangun Persada (TOTL).

Insiden yang terjadi di proyek emiten konstruksi dinilai akan mempengaruhi prospek bisnis dan pergerakan sahamnya di pasar. "Tapi efeknya hanya sementara," ujar Agustini Hamid, Head of Research Infinitum Advisory, kepada KONTAN, kemarin.

Dia beralasan, kecelakaan tersebut tidak terduga atau force majeure. Buktinya, saham sektor konstruksi masih bisa memberikan return cukup tinggi. Sektor konstruksi sudah memberikan return 7,14% year-to-date (ytd), tertinggi kedua setelah sektor tambang yang membukukan return 21,73% (ytd).

Secara fundamental, kecelakaan ini bisa saja mempengaruhi bisnis emiten konstruksi. Namun untuk mengetahui hal ini,  pelaku pasar harus menunggu laporan keuangan emiten konstruksi yang dimaksud. "Dari situ baru bisa tahu apakah kecelakaan kerja tersebut membuat mereka mengeluarkan biaya tambahan untuk perbaikan atau tidak," ungkap Agustini.

Di sisi lain, saham sektor konstruksi diprediksi masih terus tumbuh hingga akhir tahun nanti. Perhelatan Pilkada serentak yang diadakan pada tahun ini dan semakin dekatnya Pilpres 2019, membuat pemerintah pusat maupun daerah akan menggenjot proyek infrastruktur. Imbasnya, kinerja emiten konstruksi berpotensi terangkat pada tahun ini dan tahun depan.

Masalah arus kas

Pengamat pasar modal Hans Kwee juga menilai kecelakaan kerja tak terlalu mempengaruhi bisnis emiten konstruksi, terutama emiten BUMN. Proyek infrastruktur besar milik pemerintah hampir pasti selalu mengalir ke emiten, seperti WSKT, WIKA, ADHI dan PT PP Tbk (PTPP). Ini lantaran keempat emiten memiliki dana besar, kapabilitas, serta kewajiban untuk mengerjakan proyek-proyek tersebut.

Meski begitu, masalah arus kas yang sempat terhambat di tahun lalu masih menghantui emiten konstruksi, terutama emiten pelat merah. Model bisnis konstruksi yang biasanya baru memperoleh pembayaran usai proyek selesai, berpotensi menekan arus kas emiten konstruksi.

Meski begitu, pemerintah selaku klien sudah mulai mengatur strategi agar hal ini tak lagi terulang. "Misalnya dengan menggenjot penerimaan pajak, merencanakan tax amnesty jilid II, serta menggunakan subsidi yang dialihkan untuk menutup minusnya arus kas emiten konstruksi, supaya tidak terulang lagi tahun ini," papar Agustini.

Bagi emiten konstruksi swasta, sentimen arus kas tak berpengaruh. Sifat konservatif dalam mengambil proyek serta posisi keuangan yang solid, tak membuat kontraktor swasta dihantui sentimen negatif yang sama seperti emiten konstruksi BUMN.

Agustini melihat, untuk emiten swasta, saham TOTL menarik. Untuk BUMN, dia memilih WSKT dan WIKA. Hans pun memilih sejumlah saham seperti WIKA, WSKT, PTPP, TOTL.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×