kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Menadah saham berkapitalisasi besar saat harga jatuh


Senin, 19 Maret 2018 / 07:15 WIB
Menadah saham berkapitalisasi besar saat harga jatuh


Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sejumlah emiten berkapitalisasi pasar besar (big caps) tampak melambat tahun lalu. Meski begitu, beberapa emiten andalan masih menjadi favorit investor sekaligus penggerak utama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun ini.

Salah satu emiten kelas kakap yang melambat kinerjanya adalah PT Unilever Indonesia Tbk. Tahun lalu, perusahaan yang memiliki kode emiten UNVR ini mencatatkan penjualan sebesar Rp 41,20 triliun, tumbuh tipis 2,87% dibanding tahun sebelumnya, yakni Rp 40,05 triliun. Padahal, pertumbuhan penjualan UNVR dari tahun 2015 ke 2016 mencapai 9,78%.

Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia Bertoni Rio mengatakan, perlambatan di sektor consumer good mempengaruhi kinerja UNVR secara umum. Di samping itu, pertumbuhan tipis penjualan UNVR juga disokong oleh dampak kerugian dari selisih kurs. Ini  terjadi karena UNVR mengimpor sebagian bahan baku.

Kepala Riset Ekuator Swarna Sekuritas David Sutyanto menuturkan, pada dasarnya emiten sektor konsumsi cenderung sulit mencapai pertumbuhan pendapatan lebih dari satu digit. “Bahkan di tahun yang banyak sentimen positif pun pertumbuhannya tidak terlalu signifikan,” imbuh David, Jumat (16/3).

Walau penjualan melambat, kinerja UNVR tidak bisa dikatakan buruk. Sebab, emiten ini masih mampu mencatatkan laba bersih Rp 7,10 triliun, tumbuh 19,32% dari laba bersih di 2016 silam.

Selain UNVR, emiten big caps lain yang kinerjanya melambat adalah PT HM Sampoerna Tbk (HMSP). Walau pendapatan meningkat, laba bersih emiten rokok ini turun 0,4% dari Rp 12,53 triliun di 2016 menjadi Rp 12,48 triliun tahun lalu.

Sama seperti UNVR, Vice President Research Department Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya bilang, penurunan laba bersih HMSP juga dipengaruhi oleh tingkat konsumsi masyarakat yang rendah pada tahun lalu.

Hanya saja, tantangan HMSP lebih besar. Lantaran emiten tersebut berhadapan dengan regulasi pemerintah, seperti larangan iklan rokok pada waktu dan kondisi tertentu, serta kenaikan cukai rokok. “Regulasi juga menyebabkan konsumsi rokok menjadi terbatas,” ujar William.

Kinerja naik

Selain kedua emiten ini, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) juga mencatatkan kinerja kurang memuaskan. Laba emiten pelat merah ini anjlok 53,6% jadi US$ 146,26 juta pada 2017 lalu.

Menurut William, penurunan ini terjadi karena adanya kebijakan pembatasan harga jual gas oleh pemerintah. Ketentuan itu antara lain tertuang melalui Peraturan Menteri ESDM No. 58 tahun 2017.

Walaupun pembatasan harga jual gas merupakan upaya positif dalam rangka mempercepat peralihan konsumsi dari minyak, namun produsen gas menjadi kesulitan memperoleh keuntungan maksimal. Sebab mereka tidak bisa menentukan harga jual secara mandiri.

Terlepas dari itu, Bertoni meyakini bahwa kinerja UNVR, HMSP dan PGAS akan membaik pada tahun ini. “Pada dasarnya peluang pertumbuhan bagi emiten tetap ada walau tantangannya cukup besar,” kata dia.

Kinerja UNVR dan HMSP akan ditopang oleh potensi peningkatan daya beli masyarakat di tengah banyaknya perhelatan akbar yang berlangsung pada tahun ini. Adapun PGAS berpotensi mengalami pertumbuhan kinerja berkat terealisasinya rencana holding perusahaan BUMN di bidang minyak dan gas. Hal ini membuat PGAS dapat memiliki jaringan distribusi produk yang lebih luas.

David menambahkan, saham ketiganya juga masih layak koleksi, sekalipun harganya sedang terkoreksi. Bahkan penurunan harga saham saat ini bisa dimanfaatkan investor untuk masuk.

Apalagi, saham-saham seperti itu umumnya memiliki tingkat volatilitas yang tinggi. “Lihat saja harga saham PGAS yang pernah menguat dari level Rp 2.000 menjadi Rp 2.600 hanya dalam waktu sebulan,” ungkap David.

Menilik potensi kebangkitan sektor konsumer pada tahun ini, William lanta menjagokan UNVR dan HMSP. Ia merekomendasikan beli saham kedua emiten tersebut dengan target harga Rp 55.000 per saham untuk UNVR dan Rp 5.400 untuk HMSP.

Sementara itu, David lebih menyukai saham HMSP, mengingat harga sahamnya masih tergolong murah namun memiliki potensi kenaikan cukup signifikan tahun ini. Ia pun menyarankan beli saham HMSP dengan target harga Rp 5.000 per saham.

Adapun Bertoni cenderung menyukai saham HMSP dan PGAS. Ia memberi rekomendasi beli pada kedua emiten tersebut, terutama ketika terjadi koreksi harga. Ia menilai target harga HMSP Rp 5.000 per saham, sementara target harga PGAS dipatok di level Rp 2.900 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×