kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lonjakan harga minyak belum optimal senggol IHSG


Kamis, 19 April 2018 / 23:09 WIB
Lonjakan harga minyak belum optimal senggol IHSG
ILUSTRASI. Harga minyak


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga minyak masih terus berlanjut. Setelah sempat menguat 2,93% atau level tertinggi sejak Desember 2014. Kamis (19/4) pukul 7.27 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei 2018 di New York Mercantile Exchange, tercatat menguat 0,41% ke level US$ 68,75 per barel.

Kepala Riset Koneksi Kapital, Alfred Nainggolan mengatakan, kenaikan harga minyak saat ini belum berdampak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Lain cerita, jika kenaikan tersebut berlangsung untuk waktu yang lama atau bersifat jangka panjang.

"Kalau sekarang masih sentimen sektoral saja yang terdampak, begitu juga dengan sektor sahamnya. Hanya tertentu seperti pertambangan, nikel dan lainnya," kata Alfred kepada KONTAN, Kamis (19/4).

Dampak keseluruhan kenaikan harga minyak baru akan dirasakan pasar keuangan Tanah Air, jika berlangsung lama. Bila ini terjadi bakal menciptakan sentimen negatif, lantaran mampu menggerus target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta menggoyang target inflasi pemerintah.

"Kalau harga minyak bisa kembali ke US$ 80 per barel, itu bisa pengaruhi inflasi. Tapi saya rasa, risiko ke arah sana masih lama, tergantung harga minyak ke arah mana," ungkapnya.

Untuk saat ini, Alfred menilai, saham di sektor minyak bumi dan gas, seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) adalah yang paling menikmati kenaikan harga minyak.

Meskipun begitu, terdapat beberapa isu yang dianggap mampu mendorong kenaikan harga minyak global naik lebih cepat. Di antaranya, terkait kondisi geopolitik yang cukup sensitif untuk jangka pendek, pertumbuhan ekonomi global, serta kesepakatan OPEC terkait penahanan produksi minyak pada tahun ini.

"Sejauh ini, kami prediksi, potensi kenaikan harga minyak tertinggi sepanjang 2018 berkisar US$ 65-70 per barel," jelasnya.

Analis Paramita Alfa Sekuritas William Siregar menilai, dampak menguatnya harga minyak membuat beberapa pelaku pasar cenderung switch untuk berinvestasi ke minyak dibandingkan masuk IHSG. Di sisi lain, size emiten minyak di IHSG tidak terlalu besar, atau betanya tidak terlalu tinggi.

"Dengan begitu, menguatnya harga minyak, tidak mampu mendongkrak IHSG secara signifikan," jelas William kepada KONTAN.

Untuk saham, William masih mempertahankan rating buy, khususnya di ELSA dengan target price 650. Ini untuk memanfaatkan sentimen menguatnya harga mintak dan peluang tingginya kontrak baru ELSA pasca holding migas terbentuk.

"Untuk saham lain, saya juga tertarik melihat LEAD pasca mendapatkan kontrak baru dan memanfaatkan naiknya harga migas. Tapi saya masih unrated," ungkapnya.

Alhasil, William menegaskan, kenaikan harga minyak tidak memberikan dampak positif bagi IHSG. Ia pun memperkirakan, hingga akhir tahun ini gerak harga minyak berpotensi menyentuh US$ 80 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×