kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.001,74   8,14   0.82%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jelang rilis laporan keuangan, Wall Street diselimuti dampak perang dagang


Senin, 23 Juli 2018 / 11:13 WIB
Jelang rilis laporan keuangan, Wall Street diselimuti dampak perang dagang
ILUSTRASI. Bursa AS


Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - SAN FRANSISCO. Kebijakan tarif impor yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) tampaknya mulai melukai kinerja perusahaan manufaktur berskala besar. Menjelang rilisnya laporan keuangan emiten untuk kuartal kedua, Wall Street menghadapi ketidakpastian dari hasil laporan sejumlah perusahaan industri besar tersebut.

Perang dagang antara AS dan China membuat investor khawatir terhadap dampak yang akan memengaruhi kinerja dan pendapatan emiten terkait. Bahkan, Deutsche Bank pada Juni lalu telah memperkirakan bahwa kebijakan tarif impor sebesar US$ 200 miliar akan memukul pertumbuhan laba perusahaan sebesar 1%-1,5%.

"Jika retorika politik saat ini secara instens diterjemahkan ke dalam kebijakan proteksionis yang sebenarnya, itu hanya akan berdampak negatif bagi semua bisnis di AS dan luar negeri, termasuk kita," ujar Hamid Moghadam, Kepala Eksekutif Prologis, perusahaan manajemen rantai pasokan berbasis California, seperti dikutip Reuters, Senin (23/7).

Berdasaran Beige Book yang dirilis Federal Reserve pada Rabu (18/7) lalu, kekhawatiran juga menyelimuti seluruh produsen di AS lantaran ketidakpastian dari perang dagang mulai memukul usaha mereka. Kini, kekhawatiran tersebut akan mulai terefleksi dalam laporan kinerja keuangan sepanjang kuartal-II 2018.

Dari beberapa laporan keuangan teranyar, tampak bahwa perusahaan seperti Honeywell International (HON.N), General Electric (GE.N) dan Stanley Black & Decker (SWK.N)  menghadapi biaya yang lebih tinggi semenjak tarif impor diberlakukan maupun akibat ketidakpastian tentang tarif tambahan menjadi US$ 500 miliar terhadap barang China seperti yang Presiden AS Donald Trump katakan.

General Electric menyebut, tarif impor China berpotensi mengerek biaya usahanya sekitar US$ 400 juta. Sementara Alcoa (AA.N) memperkirakan tambahan biaya yang akan dialami berkisar US$ 15 juta.

Rencananya hari ini, laporan keuangan kuartal kedua dari emiten industri besar akan kembali rilis. Di antaranya, Corning (GLW.N), Ford Motor (FN), 3M Co (MMM.N) dan Boeing (BA.N), yang sahamnya sudah menyusut hampir 2% sejak awal Maret.

Sejak Maret, indeks industri S&P 500 atau SPLRCI telah jatuh hampir 3%. Hal ini mencerminkan ketergantungan sektor industri AS pada perdagangan internasional.

Indeks baja S&P 1500 atau SPCOMSTEEL juga telah tergerus 1 % sejak awal Maret lantaran investor khawatir bahwa alih-alih produsen baja AS mendapat keuntungan dari kebijakan tarif terhadap pesaing asing, produsen justru terhambat akibat permintaan global yang melambat.

Meski ada sekitar 180 perusahaan dalam indeks S&P 500 yang tidak secara langsung terkena dampak perang dagang AS-China, tetapi ketidakpastian ekonomi yang ditimbulkan tetap berpotensi mendatangkan kerugian yang mengkhawatirkan.

"Ada perusahaan yang mungkin tidak terpengaruh secara signifikan oleh tarif dari perspektif biaya, tetapi dari ketidakpastian di sekitarnya," ujar Kurt Brunner, Manajer Portofolio Swarthmore Group di Philadelphia, Pennsylvania.

"Perusahaan mulai dapat melihat pelanggan menunda pengeluaran karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi,” pungkas Brunner.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×