kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.000,20   6,60   0.66%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inilah mata uang yang bisa untung dan buntung jika ada perang dagang


Senin, 19 Maret 2018 / 05:30 WIB
Inilah mata uang yang bisa untung dan buntung jika ada perang dagang


Sumber: Reuters | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar valuta sedang mengamati beberapa mata uang yang kemungkinan akan terpengaruh perang dagang. Ketika pasar mengkhawatirkan efek penerapan tarif impor baja dan aluminium oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump serta kemungkinan pembalasan oleh China, pasar uang tampaknya belum banyak terpengaruh.

Hari ini, para menteri keuangan negara G20 akan bertemu. Pasar mata uang pun menunggu apakah diplomasi negara-negara ini bisa memecahkan masalah antara AS dan negara-negara lain. Mata uang biasanya sangat terpengaruh dengan kebijakan dagang.

Misalnya saat pemerintahan Presiden Barack Obama menaikkan tarif impor baja China pada Mei 2016, indeks dollar turun lebih dari 2% dalam sebulan. Begitu pun ketika Presiden George Bush menaikkan tarif impor baja untuk Uni Eropa pada Maret 2002. Nilai tukar dollar AS anjlok 6% dalam tiga bulan.

Kontroversi dagang teranyar Trump muncul di tengah volatilitas mata uang global yang mereda pada Februari lalu. Menurut perhitungan volatilitas Deutsche Bank, volatilitas mata uang berada di titik terendah dalam beberapa bulan hingga Februari lalu.

Alhasil, kini investor menunggu tanda-tanda peringatan di pasar valuta. Beberapa valuta telah bergerak seiring ancaman dagang. Mata uang dollar Kanada melemah. Nilai tukar yen menguat terbatas, karena yen telah menguat hingga 6% terhadap dollar sejak awal tahun ini.

"Omongan soal perang dagang saat ini ya, memang hanya omongan. Sulit menghitung efeknya ketika pasar seolah mengacuhkannya," kata Russel Silberston, currencies manager Investec Asset Management yang mengelola sekitar US$ 140 miliar aset.

Silberston menambahkan, pasar uang belum menampakkan tanda-tanda terpengaruh. "Jangan salah, pasar uang menghitung prospek perang dagang ini sebagai risiko," kata dia kepada Reuters.

Efek perang dagang terhadap mata uang akan signifikan karena volatilitas yang rendah sebelumnya mendorong investor mengambil strategi risiko tinggi. Posisi spekulasi pada mata uang emerging market berada di titik tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.

"Saya masih kagum karena tidak ada reaksi di mata uang Asia. Tampaknya mata uang kawasan ini menunggu pembalasan China," kata Richard Benson, co-head portfolio investment Millenium Global, perusahaan currency investment manager di London.

Benson mengatakan, mata uang Asia yang saat ini berada di kisaran tertinggi dalam beberapa tahun terakhir pun belum terpengaruh. Dia menilai, risiko terbesar perang dagang akan menghadang mata uang eksportir besar Asia, termasuk won Korea Selatan,  dollar Taiwan, dollar Australia, dan dollar Singapura.

Won dan dollar Singapura saat ini diperdagangkan di sekitar level tertinggi terhadap dollar AS dalam tiga tahun terakhir.

Tak cuma mata uang Asia, Eropa pun berpeluang tertekan. Krone Swedia menghadapi masa-masa sulit. ING menyebut, Swedia merupakan negara dengan ekonomi paling terbuka kedua dalam kelompok G10, negara paling kaya berdasarkan rasio perdagangan dan PDB.

Sedangkan menurut Bank of America Merrill Lynch, dollar Kanada paling berpeluang tertekan. Di sisi lain, dollar AS dan dollar Selandia Baru pun rentan. Sementara euro dan swis franc berpeluang menguat.

Pasar menilai, ekonomi global akan melewati krisis perang dagang akibat tarif impor Trump ini. Pasalnya, perdagangan global mulai tumbuh lagi. Ekonomi global pun diperkirakan mencapai level tertinggi dalam enam tahun terakhir.

Banyak negara akan melindungi industri lokal ketika pertumbuhan ekonomi sulit. Tapi, penerapan tarif impor Trump muncul ketika mesin ekonomi dunia bergerak, yakni AS, Eropa, dan China.

Inilah salah satu penyebab pasar mata uang tampak lebih tenang menghadapi perang dagang. David Bloom, head of global currency research HSBC justru yakin, para pejabat AS menilai pelemahan dollar akan menjadi solusi untuk memangkas defisit neraca dagang yang membengkak.

Rencana proteksionisme membawa dollar AS melemah dalam jangka pendek, terutama terhadap euro dan yen. Tapi, ketika pertumbuhan global turun atau pasar keuangan dilanda aksi jual, dollar AS juga akan diuntungkan oleh statusnya sebagai mata uang cadangan devisa.

Mata uang yang jelas di atas angin adalah yen. "Jika ada perang dagang, yen adalah mata uang safe haven yang jadi pilihan," kata Manuel Oliveri, FX strategist Credit Agricole.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×