kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fitch Ratings menggunting peringkat utang Tunas Baru Lampung (TBLA)


Selasa, 11 Desember 2018 / 10:25 WIB
Fitch Ratings menggunting peringkat utang Tunas Baru Lampung (TBLA)
ILUSTRASI. TBLA


Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fitch Ratings telah menurunkan peringkat utang PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) dari BB- menjadi B+. Fitch Ratings Indonesia juga telah menurunkan peringkat nasional jangka panjang menjadi A (idn) dari A+ (idn). Dua rating yang diberikan ini mengindikasikan outlook stabil.

Fitch juga telah menurunkan peringkat senior unsecured notes senilai US$ 200 juta yang jatuh tempo pada 2023 dari BB- menjadi B+. Obligasi tersebut diterbitkan oleh anak perusahaan TBLA yaitu TBLA International Pte. Ltd. dan dijamin oleh TBLA.

Peringkat senior unsecured notes TBLA dan surat utang jangka menengah TBLA juga telah diturunkan ke A (idn) dari A + (idn). "Pemberian peringkat ini mengikuti peningkatan dalam leverage TBLA dan memburuknya arus kas pada tahun 2018," tulis Fitch dalam pernyataan resmi, Senin (10/12).

Pada triwulan ketiga 2018, rasio utang bersih disesuaikan dengan EBITDA naik menjadi 3,4 kali dibanding dengan periode yang sama di 2017 sebesar 2,7 kali. Selain itu, free cash flow (FCF) juga dinilai secara signifikan negatif.

Fitch sebelumnya mengatakan akan mempertimbangkan tindakan penurunan peringkat jika TBLA belum bisa mengurangi leverage hingga di bawah 2,5 atau menghasilkan arus kas bebas yang netral hingga positif pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan profil keuangan yang lebih lemah serta kontrol atas operasi.

Penguatan rating TBLA dan arus kas pada pada kuartal III 2018 terhambat oleh aliran modal kerja yang besar dan pertumbuhan belanja modal yang berkelanjutan yang lebih tinggi dari ekspektasi Fitch.

"Kami mengharapkan leverage TBLA untuk tetap berada di sekitar level saat ini, dengan meningkatnya EBITDA yang diimbangi oleh FCF negatif. Kami berasumsi bahwa TBLA akan terus berinvestasi dalam meningkatkan kapasitas pemrosesan dan membayar sekitar 40% dari laba bersih sebagai dividen sesuai dengan kebijakan yang ada," tambah Fitch.

Fitch pun melihat metrik keuangan TBLA, jika dilihat bersama dengan skala perkebunan kecilnya, menyiratkan peringkat kategori 'B'. Peringkat TBLA didukung oleh diversifikasi ke bisnis gula dan statusnya sebagai salah satu dari sedikit produsen di Indonesia dengan operasi terintegrasi yang menjangkau seluruh rantai bisnis gula.

Peringkat Nasional 'A' menunjukkan ekspektasi risiko gagal bayar yang rendah relatif terhadap emiten atau kewajiban lain di negara yang sama. Namun, perubahan keadaan atau kondisi ekonomi dapat mempengaruhi kapasitas untuk pembayaran tepat waktu.

Lebih lanjut Fitch bilang pada periode sembilan bulan pertama 2018, hari kerja bersih TBLA meningkat sekitar 75 hari dari level akhir 2017 didorong oleh peningkatan hari perputaran persediaan sekitar 45 hari. Sebagai hasil dari peningkatan tajam modal kerja, TBLA melaporkan arus kas operasi bersih sekitar Rp 400 miliar pada kuartal III 2018.

Persediaan TBLA dipengaruhi oleh impor gula mentah, yang bergantung pada kapan pemerintah mengeluarkan kuota dan tren harga internasional. Dari 225.000 ton kuota impor yang diberikan kepada TBLA di semester I 2018, perusahaan mengimpor 25.000 ton di kuaral II 2018 dan secara signifikan naik tinggi menjadi 100.000 ton di kuartal III 2018.

Capex TBLA di kuartal III 2018 lebih dari ekspektasi dan lebih tinggi dibanding 2016 dan 2017. Pada tahun 2018, TBLA berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas kilang gula dan minyak sawit dan untuk mendirikan pabrik CPO baru.

"Manajemen memperkirakan belanja modal akan turun dari tahun 2019 dengan pembelanjaan terutama untuk pemeliharaan rutin. Capex TBLA melebihi perkiraan kami karena menggarap proyek dengan kecepatan yang lebih cepat dari perkiraan dan kelebihan biaya. Untuk perkiraan kami, kami telah mengasumsikan belanja modal tahunan sebesar Rp 400 miliar-Rp 500 miliar untuk pertumbuhan kapasitas pemrosesan," jelas Fitch.

Volume penjualan gula TBLA turun 20% yoy pada 9M18, sementara realisasi harga penjualannya turun 8%. Realisasi harga yang lebih rendah sejalan dengan penurunan harga internasional.

Selain itu, harga domestik gagal menerima dukungan dari harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah pada bulan April setiap tahun. Indonesia bergantung pada impor gula yang signifikan karena output domestik kurang dari setengah permintaan. "Ini mendukung asumsi kami bahwa kuota yang memadai akan diberikan kepada TBLA selama dua tahun ke depan untuk memungkinkannya meningkatkan pemanfaatan kilangnya," tutup Fitch.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×