kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Faktor fundamental membayangi harga komoditas energi


Kamis, 05 April 2018 / 06:35 WIB
Faktor fundamental membayangi harga komoditas energi
ILUSTRASI. Harga minyak


Reporter: Grace Olivia, RR Putri Werdiningsih | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi cenderung melemah di kuartal satu lalu. Isu fundamental mendominasi pergerakan harga komoditas energi. Tetapi, tidak demikian dengan harga minyak mentah.

Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kontrak Mei 2018 di bursa New York kemarin menyusut 1,62% menjadi US$ 62,48 per barel. Tapi bila dihitung sejak awal tahun, harganya sudah naik 3,67%. Bahkan, bila hanya menghitung pergerakan harga di kuartal I-2018, harga minyak menguat 7,8%.

Sebaliknya, harga batubara kontrak pengiriman Mei 2018 di ICE Future Exchange sejak awal tahun hingga kemarin susut 2,99%. Sepanjang kuartal pertama tahun ini, harganya merosot 4,7%. Tapi kemarin, harga batubara kembali naik 0,93% menjadi US$ 92,50 per ton.

Harga harian gas alam kontrak Mei 2018 di bursa New York juga menguat 1,11% menjadi US$ 2,73 per mmbtu, kemarin. Tapi sejak awal tahun, harganya turun 0,36%. Begitu pula bila dihitung selama kuartal pertama, harga gas alam sudah menurun 1,5%.

Di tengah kondisi global yang masih tak menentu, bagaimana prospek komoditas energi? Berikut ini ulasannya.

  • Minyak mentah

Analis Global Kapital Investama Nizar Hilmy menilai harga minyak sejak awal tahun bergerak dalam area konsolidasi. Harganya bolak-balik di rentang US$ 58-US$ 66 per barel. Januari lalu, harga minyak menanjak dan sempat menyentuh US$ 66 per barel, lantaran pasar merespons putusan OPEC dan Rusia yang memperpanjang kesepakatan pemangkasan produksi.

Namun, memasuki Februari, harga minyak mulai terkoreksi akibat aksi ambil untung dan isu kenaikan produksi minyak AS. "Harga minyak yang tinggi membuat AS menggenjot produksi shale oil hingga 10,4 juta barel per hari. Ini menyebabkan harga minyak tertekan," ujar Nizar.

Dia memprediksi harga minyak mentah masih bergerak di rentang US$ 60-US$ 70 per barel sepanjang kuartal kedua tahun ini. Hingga akhir 2018, harga minyak berpotensi di kisaran US$ 55-US$ 75. "Harga bisa tembus di atas US$ 70, dengan catatan pemangkasan OPEC dan Rusia berlanjut, permintaan stabil dan produksi AS turun," papar Nizar.

  • Batubara

Penurunan permintaan batubara global memukul harga komoditas ini sepanjang kuartal pertama. Meski begitu, Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar berpendapat, sejatinya koreksi harga batubara masih lebih baik dibanding tahun sebelumnya. "Di kuartal pertama 2017, harga batubara turun hingga 8%," papar dia.

Kecenderungan negara Asia beralih pada sumber energi terbarukan membuat permintaan batubara menurun. Pemerintah Tiongkok mulai mewajibkan 15% dari total pembangkit listrik independen menggunakan energi gas alam hingga tahun 2020.

Deddy memprediksi, harga batubara akan bergerak di rentang US$ 88,10-US$ 94,50 per metrik ton kuartal dua ini. Di akhir 2018, harga batubara bisa bergerak dengan rentang lebih lebar, hingga US$ 77 hingga US$ 90 per metrik ton.

  • Gas alam

Sepanjang kuartal pertama, harga gas alam cenderung mengambang. Musim dingin belum cukup melambungkan harga gas alam. Di saat yang sama, komoditas ini menghadapi tekanan dari kenaikan produksi di AS. "Secara umum, di kuartal pertama harga gas alam relatif stabil karena permintaan masih terjaga," ungkap analis Asia Tradeppoint Futures Andri Hardianto, kemarin.

Selain karena kebutuhan rumahtangga untuk mengatasi musim dingin, kenaikan permintaan datang dari sektor pembangkit listrik. Yang paling signifikan terjadi di China.

Data General Administration of Custom menunjukkan, tahun lalu Negeri Tembok Raksasa itu mencetak kenaikan impor LNG sebesar 27% menjadi 68,57 juta ton. Kini Tiongkok telah menjadi negara pengimpor gas alam terbesar kedua setelah Jepang.

Di sisi lain, kenaikan produksi gas alam AS cenderung menekan harga komoditas ini. Negeri Uwak Sam terus menambah jumlah kilang dan jalur pipa ke Kanada dan Meksiko. Bahkan produksinya telah mengungguli permintaan. "Inilah yang menyebabkan harga flat," ungkap Andri.

Dia memprediksi, sepanjang April hingga Juni tahun ini, harga gas alam cenderung turun, tapi rentangnya tidak terlalu jauh. Di periode ini, harga gas alam masih berada di kisaran US$ 2,4 hingga US$ 2,9 per mmbtu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×