kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45932,69   4,34   0.47%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Efek bersifat ekuitas berpotensi menjadi favorit pendanaan


Rabu, 07 Maret 2018 / 08:30 WIB
Efek bersifat ekuitas berpotensi menjadi favorit pendanaan


Reporter: Riska Rahman | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski diterpa isu kenaikan suku bunga acuan The Fed, prospek pendanaan dari pasar modal domestik dipandang masih menarik pada tahun ini. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, setidaknya ada 31 emiten yang memiliki obligasi jatuh tempo pada tahun ini. Secara total, nilai obligasi jatuh tempo tersebut mencapai Rp 33,59 triliun.

Emiten tentu perlu mencari alternatif pendanaan untuk melunasi utang obligasinya. Dengan masuknya emiten ke pasar modal, mereka bisa memilih berbagai alternatif pendanaan, mulai dari surat utang (obligasi), rights issue hingga private placement.

Namun, di antara alternatif pendanaan itu, analis menilai efek bersifat ekuitas menjadi opsi paling menarik tahun ini. "Alternatif pendanaan ini bisa memberikan kesempatan emiten untuk mencari mitra strategis sehingga mereka bisa meningkatkan kinerja," ujar Vice President Research Artha Sekuritas Indonesia Frederik Rasali, Selasa (6/3).

Kepala Riset Infinitum Advisory Agustini Hamid juga menilai pendanaan dari efek bersifat ekuitas masih menjadi pilihan paling menarik, terutama di awal tahun ini. "Umumnya investor memiliki siklus dalam berinvestasi dan di awal tahun ini mereka akan memilih masuk ke saham terlebih dulu," ujar dia.

Selain itu, kondisi ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh lebih cepat lantaran perhelatan pilkada serentak 2018 dan pilpres 2019. Kedua hajatan ini diperkirakan mampu mengerek permintaan barang dan jasa sehingga berdampak positif ke kinerja emiten selama dua tahun ke depan.

Namun, bukan berarti pendanaan dari obligasi tak bisa dipilih. Surat utang masih menarik bagi emiten yang mencari pembiayaan di pasar modal. "Tetapi, sentimen The Fed yang berpotensi menaikkan suku bunganya sebanyak empat kali tahun ini berpotensi membuat dana asing keluar dari pasar obligasi," terang Agustini. Sentimen ini juga mungkin bakal mempengaruhi yield obligasi sehingga beban bunga yang harus ditanggung emiten tahun ini bakal lebih berat dari tahun sebelumnya.

Meski obligasi tetap menarik, Frederik menilai, tak semua emiten cocok untuk menerbitkan obligasi. Penerbitan surat utang ini dipandang lebih cocok bagi emiten yang sudah mature dan punya kas cukup kuat untuk membayar kupon obligasi secara rutin.

Dua emiten yang memiliki obligasi jatuh tempo tahun ini adalah PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT PP Tbk (PTPP). Obligasi Berkelanjutan ADHI Tahap II Tahun 2013 Seri A senilai Rp 125 miliar jatuh tempo 15 Maret 2018 ini. Adapun Obligasi Berkelanjutan I PP Tahap I Tahun 2013 senilai Rp 700 miliar jatuh tempo pada 19 Maret 2018.

Lantaran sudah dekat jatuh tempo, ADHI sudah siap untuk membayar pokok obligasi. "Dana obligasi akan dibayar dengan dana dari kas internal," ujar Harris Gunawan, Direktur Keuangan ADHI kepada KONTAN, Selasa (6/3).

Direktur Keuangan PTPP Agus Purbianto juga mengatakan akan menggunakan dana kas internal untuk membayar pokok obligasi senilai Rp 700 miliar tersebut. "Kas kami masih kuat," ungkap dia.

PTPP juga berniat merilis obligasi pada tahun ini. Tapi dananya tak akan dipakai untuk membayar utang (refinancing), melainkan untuk investasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×