kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cermati beragam spekulasi yang bisa menyulut kenaikan harga minyak


Kamis, 12 April 2018 / 12:39 WIB
Cermati beragam spekulasi yang bisa menyulut kenaikan harga minyak
ILUSTRASI. Harga minyak


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabar baik bagi perusahaan dan emiten minyak. Ada kemungkinan harga minyak dunia bakal bergerak menuju US$ 80 per barel.

Bloomberg melaporkan, dalam pembicaraan dengan para anggota OPEC dan pelaku pasar minyak, delegasi Arab Saudi memberi sinyal keinginan menaikkan harga minyak jadi US$ 80 per barel. Arab Saudi menginginkan harga minyak naik tinggi untuk menaikkan valuasi Saudi Aramco. Maklum, Aramco berniat menggelar penawaran saham perdana (IPO) tahun depan.

Hal ini mendorong harga minyak menguat. Kemarin, harga minyak jenis light sweet kontrak pengiriman Mei 2018 di New York Mercantile Exchange sempat naik 1,10% dan mencapai US$ 66,23 per barel. Ini merupakan level tertinggi sejak Juni 2015.

Harga minyak juga melesat lantaran cuitan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Melalui akun Twitter, Trump mengatakan akan menembakkan misil ke Suriah.

Pelaku pasar khawatir bila ketegangan di Timur Tengah meningkat, pasokan minyak akan kembali terganggu. "Saat ini fokus pasar memang lebih ke Timur Tengah," kata Faisyal, analis Monex Investindo Futures, Rabu (11/4).

Selain itu, Presiden Blue Line Futures Bill Baruch menyebut, seperti dikutip Reuters, pelemahan dollar AS turut mempengaruhi penguatan harga minyak pekan ini. Selasa (10/4), indeks dollar AS melemah 0,28% ke 89,59.

Meski begitu, analis menilai harga minyak bakal sulit mencapai US$ 80 per barel. Pasalnya, pasokan minyak di pasar dunia masih melimpah lantaran AS terus menggenjot produksi. Baker Hughes Inc melaporkan, di pekan yang berakhir pada 6 April lalu, jumlah rig aktif di AS mencapai sekitar 808 unit. Ini adalah angka tertinggi sejak 2015 lalu.

Tambah lagi, Rusia berniat mundur dari kesepakatan pemangkasan produksi dengan OPEC lantaran AS terus menaikkan produksi minyak. Energy Information and Administration (EIA) memperkirakan, produksi minyak mentah AS tahun depan bisa mencapai 11,44 juta barel dan menjadikannya penghasil minyak terbesar di dunia.

Kenaikan suku bunga The Federal Reserve di Juni mendatang juga bisa menekan harga. "Ada potensi The Fed menaikkan suku bunga di kuartal ini, probabilitasnya sudah 79%," kata Deddy Yusuf Siregar, analis Asia Tradepoint Futures, Rabu (11/4).

Deddy pesimistis harga minyak naik tinggi, apalagi AS masih menggenjot produksi. Hitungan dia, untuk mencapai US$ 80 per barel, minyak harus menembus level resisten di US$ 66,3 per barel.

Jika level itu terlampaui, masih ada resistance berikutnya di level US$ 69,51 per dollar AS. Sementara prediksi Faisyal memprediksikan, pada akhir tahun ini harga minyak akan bergerak ke level US$ 65 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×