kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Caplok saham tambang nikel, eksposur Harum Energy terhadap batubara bisa berkurang


Selasa, 02 Februari 2021 / 17:44 WIB
Caplok saham tambang nikel, eksposur Harum Energy terhadap batubara bisa berkurang
ILUSTRASI. pt Harum Energy energi tbk HRUM


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Harum Energy Tbk (HRUM) kembali mengumumkan transaksi pembelian saham perusahaan nikel. Mengutip keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia, Senin (1/2), anak usaha HRUM yakni PT Tanito Harum Nickel, mengakuisisi 24.287 saham PT Position milik Aquila Nickel Pte Ltd.

Jumlah saham tersebut setara dengan 51% dari modal yang ditempatkan dalam PT Position, dengan transaksi harga jual beli senilai US$ 80,32 juta.

Sebelumnya, emiten tambang batubara ini sempat beberapa kali menambah kepemilikan sahamnya di Nickel Mines Limited, sebuah perusahan nikel yang tercatat di Bursa Efek Australia.

Terakhir, pada pertengahan Desember 2020, emiten tambang batubara ini telah membeli sebanyak 39 juta lembar saham Nickel Mines Limited dengan harga jual-beli sebesar AU$ 36,74 juta. Sehingga, per tanggal 15 Desember 2020, HRUM memiliki 4,88% dari seluruh modal ditempatkan dalam Nickel Mines Limited.

Baca Juga: Ini alasan Harum Energy (HRUM) caplok tambang nikel senilai US$ 80,32 juta

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai, akusisi saham perusahaan nikel yang dilakukan oleh HRUM menjadi opsi yang cukup baik. Sebab, diversifikasi produk dapat menjadi solusi guna mengurangi eksposur terhadap fluktuasi harga komoditas, dalam hal ini adalah batubara.

Terlebih, Okie memproyeksikan, kebutuhan nikel dunia masih akan meningkat seiring dengan permintaan yang terus bertambah sejalan dengan tren dari kendaraan listrik.

Okie memproyeksikan, kenaikan harga nikel pada tahun 2021 akan lebih terbatas, sekitar 8% dari harga rata-rata tahun lalu.

“Hal ini seiring dengan naiknya harga nikel yang tentu dapat menjadi eksposur bagi produsen yang menggunakan nikel sebagai bahan bakunya. Harga yang terlalu tinggi dapat memberikan tekanan pada biaya produksi, sehingga perlu ada penyesuaian harga antara produsen dan konsumen,” terang Okie kepada Kontan.co.id, Selasa (2/2).

Baca Juga: Ini alasan M Cash Integrasi (MCAS) melakukan revisi laporan keuangan 2019




TERBARU

[X]
×