kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45997,87   4,27   0.43%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berlindung di balik saham defensif


Selasa, 12 Desember 2017 / 07:53 WIB
Berlindung di balik saham defensif


Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini, sentimen dari Amerika Serikat (AS) mengepung pasar saham global, termasuk Indonesia. Sejumlah isu negatif bermunculan dan menjadi beban bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Setidaknya ada tiga sentimen negatif yang berpangkal dari AS. Pertama, kesepakatan Undang-Undang Reformasi Pajak. Kedua,rencana kenaikan bunga acuan The Fed yang kian menguat. Ketiga, klaim sepihak Presiden Donald Trump atas Jerusalem sebagai ibu kota Israel.

Dua isu pertama bisa menyebabkan dana global keluar dan menuju ke pasar AS yang dinilai lebih menarik. Isu terakhir menyebabkan kecemasan pasar.

Pasar Indonesia juga tak bisa dilepaskan dari pengaruh AS. Alhasil, pelaku pasar biasanya memilih aman dengan menubruk aset safe haven atau memilih posisi cash. Sebelum buru-buru memilih posisi tersebut, analis menilai investor bisa tetap bertahan di pasar saham dengan mengoleksi saham yang cenderung defensif.

Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido Hutabarat melihat sentimen paling berpengaruh adalah kebijakan ekonomi AS. "Sentimen paling tinggi adalah reformasi pajak AS. Kemudian disusul FOMC dari The Fed di minggu ini," ujar dia.

Potensi investor beralih ke aset safe haven untuk sementara waktu memang ada. Namun, hal tersebut baru akan terjadi ketika kondisi geopolitik benar-benar memburuk.

Saat ini Kevin melihat investor masih mencermati momentum window dressing. Oleh karena itu, kemungkinan investor tetap bertahan di pasar saham masih besar. Namun, salah satu strategi mengurai risiko adalah mencermati saham-saham defensif.

Menurut Kevin, lazimnya orang akan menyerbu saham sektor konsumer ketika memilih saham defensif. Namun, dia punya pertimbangan lain. "Defensif itu kan yang permintaannya tetap ada meski terjadi kondisi buruk," ungkap Kevin.

Dengan pertimbangan permintaan serta volatilitas yang tak terlalu tinggi, Kevin memilih sejumlah saham, antara lain Indofood Sukses Makmur (INDF), Telekomunikasi Indonesia (TLKM) dan Waskita Karya (WSKT). "Kontrak WSKT sudah ada, permintaan masih banyak karena tahun depan pemerintah tetap fokus pada infrastruktur. Soal arus kas, di tahun depan ada pembiayaan yang mau dicairkan dari tender yang mereka kerjakan," ungkap Kevin.

Dia merekomendasikan spekulasi buy untuk INDF dengan target harga di rentang Rp 7.275–Rp 7.425 per saham. Untuk TLKM, Kevin merekomendasikan spekulasi buy di rentang Rp 4.100–Rp 4.150 per saham. Sementara WSKT buy on weakness di kisaran Rp 1.520–Rp 1.560 per saham.

Sementara itu, analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji menilai, sentimen rencana kenaikan suku bunga The Fed yang akan diputuskan pekan ini berpotensi memberikan tekanan pada bursa emerging market, termasuk Indonesia. "Selama otoritas kita bisa mengantisipasi dengan efektif, misalnya BI mempertahankan bunga acuan, kita termasuk yang sustainable terhadap tekanan eksternal," ujar Nafan.

Di lain sisi, Nafan mempertimbangkan saham Adaro Energy (ADRO), Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) dan Sawit Sumbermas Sarana (SSMS). Saham ini dipilih dengan mengacu daya tahan terhadap fluktuasi IHSG maupun sentimen eksternal.

Selain itu, para investor juga bisa mencermati saham perbankan, yang masih jadi penggerak indeks. "Terkait dengan harga, tinggal perhatikan level support untuk trading jangka pendek. Secara valuasi, saham perbankan seperti BMRI, BBRI dan BBNI masih menarik," ungkap Nafan. Pada transaksi Senin (11/12), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah tipis 0,07% ke level 6.026,63.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×