kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Yuk, mengisi portofolio dengan obligasi baru!


Rabu, 21 November 2012 / 09:02 WIB
Yuk, mengisi portofolio dengan obligasi baru!
ILUSTRASI. Afghanistan. U.S. Marine Corps/Sgt. Isaiah Campbell/Handout via REUTERS


Reporter: Ruisa Khoiriyah, Teddy Gumilar | Editor: Imanuel Alexander

Korporasi semakin giat menerbitkan obligasi untuk menjaring modal segar. Kondisi pasar yang kian ramai dan likuid menjadi salah satu pendorong maraknya emisi. Bagaimana prospek obligasi korporasi yang akan terbit?

Perlahan namun pasti, penerbitan surat utang alias obligasi semakin menjadi pilihan perusahaan yang membutuhkan modal segar.

Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, sejak awal 2012 hingga saat ini, telah terbit 48 obligasi dari 39 penerbit. Total nilai penerbitan mencapai Rp 54,08 triliun dan US$ 20 juta.

Sementara, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mencatat, hingga pekan kedua Oktober 2012, ada 38 perusahaan yang merilis obligasi. Nilai emisi total mencapai Rp 45,62 triliun dan US$ 20 juta.

Sebanyak 19 perusahaan di antaranya menempuh emisi obligasi melalui mekanisme penawaran umum berkelanjutan. Satu perusahaan menerbitkan obligasi dalam dollar AS dan empat emiten merilis obligasi syariah atau sukuk.

Mayoritas emiten obligasi di pasar domestik, tahun ini, masih didominasi oleh perusahaan sektor keuangan, seperti perbankan dan multifinance.

Makin tingginya minat korporasi menerbitkan obligasi tidak terlepas dari kondisi pasar surat utang domestik tahun ini. Imbal hasil atau yield Surat Utang Negara (SUN) yang makin kecil menggiring para investor masuk ke pasar obligasi korporasi.

Gambaran saja, yield SUN acuan FR0060 yang memiliki tenor 5 tahun, berdasarkan data Inter Dealer Market Association (IDMA), sejak awal tahun hingga Selasa (13/11), telah turun 9,5% ke level 4,87%, .

Demikian pula seri acuan (benchmark) lain seperti FR0061 yang bertenor 10 tahun dan FR0059 dengan tenor 15 tahun. Yield masing-masing seri itu turun 13% dan 8% ke level 5,3% dan 5,91%. Alhasil, “Investor makin banyak yang beralih ke obligasi korporasi yang yield-nya masih tinggi,” ujar Ariawan, analis pasar obligasi dari Sucorinvest Central Gani.

Jika mengacu pada indeks yield SUN versi Danareksa Sekuritas, gambaran serupa juga muncul. Indeks itu disusun berdasarkan SUN berkupon tetap fixed rate (FR), tanpa acuan tenor tertentu. Di akhir Desember 2010, posisi yield rata-rata masih ada di level 7,64%. Nah, di akhir 2011, rata-rata imbal hasil SUN turun ke kisaran 6,17%. Terakhir, per 30 Oktober 2012, rata-rata yield SUN tinggal 5,82%. “Target rata-rata yield di kuartal IV–2012 sekitar 5,6%-5,7%,” ujar Amir Abdul Jabbar Dalimunthe, analis obligasi Danareksa Sekuritas.

Selisih yield menarik

Jika kita bandingkan dengan yield yang ditawarkan obligasi korporasi, rata-rata imbal hasil obligasi swasta itu lebih tinggi 3,3%–3,5% di atas yield SUN acuan. Itu berlaku untuk obligasi korporasi dengan peringkat AA. Untuk obligasi korporasi yang memiliki peringkat A, selisih imbal hasil dengan SUN acuan bisa lebih tinggi lagi, yakni sekitar 3,5%–3,75%.

Tingkat imbal hasil yang masih relatif tinggi tentu menarik bagi para pemburu rente. Jika tahun depan inflasi bisa bertahan di kisaran moderat, obligasi korporasi bakal makin menarik untuk dikoleksi. “Perkiraan kami, tahun depan inflasi stabil di kisaran 4%–5%, dengan catatan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak berubah dan BI rate tetap,” imbuh Amir.

Para investor sudah melihat prospek itu sejak tahun ini. Mereka semakin rajin membeli obligasi korporasi. Apalagi, kinerja bursa saham yang tecermin di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih fluktuatif alias tak pasti.

Asal tahu saja, kendati berulang kali berhasil memperbarui rekor tertinggi, kinerja bursa saham domestik sejatinya menurun ketimbang tahun lalu.

Salah satu indikasi adalah transaksi harian di bursa yang relatif sepi. Juga, penurunan kinerja emiten BEI. BEI mencatat, rata-rata transaksi harian di BEI selama enam bulan pertama tahun ini cuma Rp 4,4 triliun. Ini di bawah nilai transaksi harian tahun lalu yang mencapai Rp 5,8 triliun per hari.

Sepanjang tahun ini, rata-rata transaksi saham di BEI diperkirakan hanya berkisar Rp 4,8 triliun per hari. Ditambah lagi, lesunya sektor komoditas tambang dan perkebunan mengganggu kinerja emiten BEI.

Tahun ini, laba bersih seluruh emiten BEI diperkirakan hanya meningkat 20%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 38%.

Situasi tersebut tentu kurang menyenangkan bagi para investor, terutama investor institusi, seperti manajer investasi, dana pensiun, dan perusahaan asuransi yang dikejar target kinerja dana kelolaan.

Mereka pun terdorong mencari instrumen investasi yang menawarkan imbal hasil menarik. Obligasi korporasi menjadi salah satu pilihan bagus menilik kuponnya yang relatif tinggi.

Tak heran, transaksi di pasar obligasi korporasi meningkat cukup signifikan. “Rata-rata transaksi harian obligasi korporasi di pasar sekunder saat ini berkisar Rp 500 miliar hingga Rp 600 miliar,” kata Ariawan.

Memang, angka itu masih jauh di bawah rata-rata nilai transaksi harian di pasar SUN yang mencapai Rp 7 triliun. Namun, bila dibandingkan dengan tahun lalu, nilai transaksi di obligasi korporasi tahun ini tumbuh sekitar 50%–60%. Tahun lalu, nilai transaksinya hanya berkisar Rp 300 miliar–Rp 400 miliar per hari.

Sampai akhir tahun lalu, volume transaksi obligasi korporasi mencapai Rp 123,35 triliun, dengan frekuensi transaksi sebanyak 17.888 transaksi. Sedangkan tahun ini, hingga akhir Oktober 2012 saja, volume transaksi telah mencapai Rp 126,83 triliun dari 20.700 buah transaksi.

Semakin likuid

Herdi R. Wibowo, Head of Debt Capital Market Trimegah Securities, menambahkan, penetrasi dana asing juga turut meningkatkan likuiditas di pasar obligasi korporasi. “Dibanding dengan tahun lalu, pasar obligasi korporasi tahun ini jauh lebih likuid,” kata dia.

Mengutip data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), hingga akhir Oktober 2012, nilai kepemilikan asing di obligasi korporasi mencapai Rp 10,69 triliun. “Investor asing juga butuh memburu yield tinggi saat imbal hasil SUN makin menurun,” imbuh Ariawan.

Ambil contoh, dengan kupon obligasi korporasi 7% saja, investor sedikitnya bisa mengantongi cuan sebelum pajak 3%. Itu dengan asumsi tingkat inflasi domestik saat ini sekitar 4%.

Bagi investor asing, instrumen fixed income (pendapatan tetap) lain juga menawarkan imbal hasil kecil. Asal tahu saja, U.S Treasury tenor 10 tahun saat ini hanya memberikan imbal hasil 1,59%. Germany Bund dengan tenor sama juga cuma memberi yield 1,34%. Pun halnya yield Japan Government Bond yang tertahan di 0,74%.

Nah, situasi itu dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan yang berlomba merilis obligasi menjelang tutup tahun 2012. Seberapa menarik obligasi-obligasi baru itu? Mari kita simak ulasan berikut ini.

PT Verena Multi Finance Tbk

Perusahaan multifinance yang fokus pada pembiayaan mobil bekas dan alat berat ini merilis obligasi berkelanjutan tahap I senilai Rp 400 miliar.

Penawaran awal telah berlangsung sejak 7 November–19 November lalu. Tanggal efektif pada 28 November dan penawaran umum digelar pada 29 November–30 November. Selanjutnya, penjatahan akan dilakukan 3 Desember dan pencatatan pada 6 Desember 2012.

Obligasi Verena dibagi dalam tiga seri. Seri A yang bertenor 370 hari menawarkan kupon 7%–7,5%, lalu seri B yang bertenor 36 bulan memberi kupon 8,4%–9,15%, adapun seri C yang bertenor 48 bulan memberikan kupon 8,5%–9,25% per tahun.

Analis NC Securities I Made Adi Saputra menilai, tawaran kupon obligasi Verena cukup menarik. Persoalannya, pesaing Verena di pasar cukup banyak. Maklum, sebagian besar emiten obligasi saat ini adalah perusahaan pembiayaan.

Sebelum Verena, PT Adira Multi Dinamika Multifinance Tbk sudah dua kali merilis obligasi tahun ini. Juga, PT Astra Sedaya Finance. “Emisi obligasi dari sektor multifinance mencapai Rp 19,7 triliun,” ujarnya.

Dengan kata lain, portofolio para investor sudah cukup disesaki obligasi korporasi multifinance. Akibat faktor pasokan ini, imbuh Ariawan, investor meminta kupon di batas atas Verena. Ambil contoh untuk seri A, investor berpeluang mendapatkan kupon 7,4%. Bandingkan dengan kupon obligasi Adira bertenor sama yang terbit September lalu yang hanya 6,5%. Atau, kupon obligasi Astra Sedaya yang dipatok 6,6%.

Bagi investor yang belum memiliki obligasi perusahaan pembiayaan, obligasi Verena bisa menambah koleksi. Namun, jika sudah punya, diversifikasi portofolio dengan obligasi dari sektor non-multifinance atau perbankan bisa jadi pilihan lebih baik.

Yang pasti, prospek obligasi multifinance di pasar sekunder cukup menarik karena banyak suplainya. Hanya saja, sampai kini, mayoritas investor obligasi korporasi memilih memegang obligasinya hingga jatuh tempo ketimbang memperdagangkannya secara aktif sebagaimana obligasi negara.

PT Sumberdaya Sewatama

Anak usaha PT ABM Investama Tbk (ABMM) ini menawarkan obligasi total Rp 1 triliun. Perinciannya, Rp 800 miliar merupakan obligasi konvensional dan diterbitkan dalam dua seri. Seri A bertenor tiga tahun dan menawarkan kupon 8,25%–9,25%. Ada pula seri B yang bertenor lima tahun dan memberikan kupon 9%–10%.

Selain itu, Sumberdaya Sewatama juga menerbitkan sukuk senilai Rp 200 miliar. Obligasi terbitan perusahaan penyedia jasa kelistrikan itu terbilang langka di pasar. Sejauh ini, tidak ada perusahaan dengan profil seperti mereka yang telah merilis surat utang di pasar. “Itu bagus bagi investor yang ingin mendiversifikasi portofolio,” kata Made.

Apalagi, kupon final Sewatama dipatok 8,6% per tahun untuk seri A dan 9,6% untuk seri B. “Rating minimal A serta kupon 8%–9% untuk tenor 5 tahun sangat menarik,” imbuh Herdi.

Tingginya yield tidak terlepas dari profil Sewatama sebagai debutan di pasar obligasi. Induk usahanya, yaitu ABMM, juga terbilang emiten baru di BEI.

Meskipun posisi Sewatama sebagai salah satu pemain utama di bisnis itu cukup kuat, kontrak penjualan mereka sejauh ini hanya dengan PT PLN (Persero). Kontraknya jangka pendek pula. Jadi, Sewatama harus sering memperbarui kontrak. “Mungkin ada kekhawatiran di kalangan investor, jika kontrak berakhir apa bisa diperpanjang?” kata Made.

Made membandingkan dengan obligasi PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA), tempo hari. Sama-sama berperingkat A, SSIA memberikan kupon lebih rendah, yaitu 8,3% untuk obligasi bertenor 3 tahun dan 9,3% untuk tenor 5 tahun. “SSIA lebih dikenal, wajar jika kuponnya lebih rendah,” kata Made.

Sewatama akan menggelar penawaran umum obligasi pada 22 November-21 November dan pencatatan 29 November 2012.

PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

Emiten yang bergerak di bisnis manufaktur makanan dan produsen beras ini hendak merilis obligasi Rp 1 triliun pada kuartal I–2013. Tenor obligasi direncanakan lima tahun.

Namun, karena saat ini masih dalam tahap persiapan awal, kisaran kupon belum dirilis oleh manajemen Tiga Pilar. Perseroan ini juga belum menunjuk penjamin emisi obligasi. Peringkat obligasi juga belum ada.

Meski begitu, Herdi menilai, obligasi emiten berkode saham AISA ini sangat layak ditunggu para investor. Profil Tiga Pilar sebagai emiten consumer goods yang memiliki kinerja bagus, menjadi kredit tersendiri. Utamanya, bagi investor obligasi yang sangat memerlukan diversifikasi portofolio. “Kinerja sahamnya saja bagus, dengan kapitalisasi pasar sekitar Rp 2,6 triliun, obligasi AISA sangat menarik bagi investor,” imbuh Herdi.

Dengan mengasumsikan Tiga Pilar mendapat peringkat A, yield obligasi perusahaan publik itu diperkirakan sekitar 8,37%–8,62%. Kisaran itu mengacu pada posisi yield SUN benchmark tenor lima tahun yang sebesar 4,87% ditambah premi risiko sekitar 350 bps–375 bps atau 3,5%–3,75%.

Investor berpeluang meminta premi lebih tinggi karena Tiga Pilar yang tercatat belum pernah merilis obligasi sebelumnya. Namun, investor juga perlu berhitung menilik jadwal penerbitan yang akan digelar pada awal tahun. “Awal tahun kondisi likuiditas tengah melimpah,” imbuh Ariawan.

Permintaan pasar yang tinggi bisa mendiskon premi yang ditawarkan AISA. Tapi, hal itu tak jadi soal jika investor memang butuh mendiversifikasi aset agar portofolionya kian moncer.

PT Mitra Adi Perkasa Tbk

Emiten sektor ritel ini mengumumkan rencana penerbitan obligasi senilai Rp 500 miliar, sebelum tutup tahun ini. Obligasi akan ditawarkan dalam dua seri. Seri A yang bertenor 3 tahun memberi kupon 7,5%–8,5%, dan seri B yang bertenor 5 tahun ditawarkan dengan kupon 7,75%–8,75% per tahun.

Peritel yang telah eksis mengelola beberapa department store kelas menengah atas, seperti Sogo, Seibu, Debenhams, ini mengantongi AA- dari Pemeringkat Efek Indonesia.

Obligasi akan ditawarkan 14 November–26 November 2012. Mitra Adi berharap agar obligasi itu bisa tercatat di BEI pada 13 Desember mendatang.

Lagi-lagi, obligasi emiten berkode saham MAPI ini, menurut analis, bisa menjadi pilihan untuk mendiversifikasi risiko portofolio fixed income investor.

Ketangguhan segmen ritel yang digeluti oleh Mitra Adiperkasa mirip dengan sektor consumer goods. Jika fundamental emiten menjanjikan, tentu risiko gagal bayar obligasi relatif kecil. “Lihat peringkatnya, lalu kupon dan fundamental perseroan, berikut fundamental sektornya. Jika kesemuanya oke, layak koleksi,” ujar Ariawan.

Peringkat obligasi MAPI sebelumnya cuma A. Peningkatan rating saat ini mengindikasikan tingkat risiko yang makin rendah. Ini berimbas pada tawaran kupon yang lebih rendah. Namun, mengingat tahun ini tidak ada emiten obligasi dari segmen ritel, tak ada salahnya investor mengoleksi obligasi MAPI.

PT Pembangunan Perumahan Tbk

BUMN infrastruktur ini berencana menerbitkan obligasi senilai Rp 600 miliar awal tahun 2013. Kini, PTPP masih mengurus persiapan penerbitan, termasuk penunjukan penjamin emisi obligasi.

Namun, pada 13 November lalu, perseroan ini telah mengantongi peringkat A- dari Pefindo untuk bakal obligasinya. Sayangnya, PTPP belum mengumumkan tenor obligasi itu.

Di tengah naik daunnya emiten infrastruktur, terutama sejak paro kedua tahun ini, tawaran obligasi PTPP, mungkin, akan diminati investor.

Sebelum PTPP, PT Adhi Karya Tbk telah terlebih dulu merilis obligasi dalam dua seri. Seri A bertenor 5 tahun dan memberi kupon 9,35%. Sedangkan seri B yang bertenor 7 tahun memberi kupon 9,8%. Adhi Karya mendapat rating A dari Pefindo.

Dengan asumsi obligasi yang ditawarkan bertenor 5 tahun dan peringkat setingkat di bawah Adhi Karya, kupon yang ditawarkan oleh PTPP, mungkin, bisa di atas 9,35%.

Analis yakin, ke depan, sektor infrastruktur bakal makin kokoh. Itu menjadi nilai tambah bagi surat utang yang diterbitkan oleh emiten infrastruktur. Selamat berburu obligasi untuk keranjang investasi Anda.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 08 - XVII, 2012 OBLIGASI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×