Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan tajam yang terjadi pada mata uang yuan sejak gejolak devaluasi pada 2015 silam tampaknya tak membuat investor asing menghentikan langkah berinvestasi di China. Justru, Pemerintah China sepertinya akan kian diuntungkan dengan masuknya aliran dana asing yang akan menopang stabilitas pasar keuangan Negeri Tembok Besar tersebut.
Mengutip Bloomberg, Selasa (10/7) pukul 10.30 WIB, mata uang yuan menguat tipis 0,17% terhadap dollar AS di posisi 6,6048. Namun, sejak awal tahun, yuan tercatat mengalami depresiasi sebesar 1,45% terhadap dollar AS.
"Penurunan yuan memang jadi kekhawatiran, tetapi selama itu tidak dalam tren turun yang parah, itu bukan pertimbangan terbesar ketika kita berinvestasi dalam obligasi mata uang lokal di China," kata Manu George, Director of Fixed Income Schroder Investment Management Ltd. di Singapura seperti dikutip Bloomberg, Selasa (10/7). Pandangan serupa pun digemakan oleh para pelaku pasar lainnya.
Sepanjang Juni 2018, mata uang yuan menghadapi penurunan terdalamnya terhadap dollar Amerika serikat (AS) sejak tahun 1994. Namun, di saat yang sama investor asing justru menggelontorkan dana terbesar dalam dua tahun terakhir pada obligasi domestik China. Seperti yang diketahui, China tengah terus membuka diri kepada investor internasional sebagai upaya menyeimbangi tekanan domestik yang dihadapi. Menyusul kebijakan tersebut, permintaan asing untuk eksposur ke pasar obligasi negara China pun mencapai US$ 12 triliun, terbesar ketiga di dunia.
Arus masuk dana asing yang stabil juga berdampak positif terhadap biaya pinjaman (borrowing costs) China. Investor asing bahkan telah menggantikan bank domestik sebagai pemain dominan di pasar obligasi pemerintah China dalam tahun ini. Pembelian obligasi pemerintah oleh investor China telah membantu China menurunkan imbal hasilnya secara signifikan, salah satu yang terendah di antara obligasi negara berkembang lainnya.
Ketimbang mengalami kepanikan layaknya tahun 2015 lalu saat China berjung melawan kesulitan ekonomi, pelaku pasar kali ini melihat pelemahan yuan sebagai sikap moneter yang suportif yang akan berdampak positif untuk pasar obligasi ke depannya.
"Membiarkan depresiasi yuan adalah bagian dari kebijakan pelonggaran yang diarahkan," kata Pierre-Yves Bareau, Kepala Investasi untuk Emerging Market Debt di Unit Manajemen Aset JPMorgan Chase & Co. London. “Kami tidak berpikir ini sejajar dengan penurunan (yuan) pada tahun 2015. Pembuat kebijakan sepenuhnya memegang kendali dan mempertahankan situasi," tambahnya.
Senada, Ji Tianhe, ahli strategi China di BNP Paribas SA, menambahkan, beberapa investor akan menganggap depresiasi sebagai kesempatan membeli, karena pelemahan kali ini menciptakan ruang untuk apresiasi di masa depan. Sementara, Becky Liu, Kepala Strategi Makro China yang berbasis di Hong Kong Standard Chartered Plc. menilai bank-bank sentral mungkin juga merupakan kunci bagi arus masuk. Menurutnya, investor asing memiliki keyakinan jangka panjang terhadap yuan lantaran mata uang ini telah terbukti mengalami peningkatan alokasi sejak memenangkan status resmi sebagai reserve-currency dari IMF pada tahun 2015.
Namun, pasar saham China tak mengalami nasib cerah yang sama. Lihat saja, sejak awal Juni 2018 lalu, asing awalnya melompat masuk ke saham domestik yang baru tersedia di indeks internasional MSCI Inc. Dus, arus masuk tersebut terus merosot dalam tiga minggu terakhir seiring dengan pelemahan yuan.
Menurut data yang dikumpulkan Bloomberg, pembelian bersih melalui saham yang terhubung dengan Hong Kong sebesar 3,2 miliar yuan atau US$ 484 juta dalam tiga minggu hingga 6 Juli lalu. Angka ini menurun signifikan dibandingkan dengan netbuy sebesar 48,5 miliar yuan pada tiga minggu sebelumnya. Indeks CSI 300 juga telah merosot 7,8% sejak 15 Juni, dalam term yuan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News