kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Yield SUN naik, asing mulai masuk


Sabtu, 07 Juli 2018 / 18:10 WIB
Yield SUN naik, asing mulai masuk


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selisih alias spread antara yield surat utang Indonesia dengan US Treasury melebar seiring kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. Hal ini membawa investor asing kembali masuk ke pasar obligasi domestik.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mencatat, sejak awal Juli hingga Kamis (5/7), dana asing di surat utang negara (SUN) bertambah Rp 2 triliun, atau naik 0,27% jadi Rp 829,78 triliun.

Meski demikian, jika dihitung sejak awal tahun atau year to date, kepemilikan asing di SUN masih turun sebesar Rp 7 triliun atau 0,76%.

Analis Obligasi BNI Sekuritas Ariawan menjelaskan, dana asing di pasar domestik kembali berbalik karena yield SUN saat ini relatif tinggi. Sebagai gambaran, Jumat (6/7), yield US Treasury 10 tahun di 2,82%. Sedang yield SUN bertenor sama ada di level 7,61%. Jadi, spread-nya sebesar 479 basis poin (bps).

Padahal, rata-rata spread yield SUN dengan US Treasury tahun ini hanya 395 bps. Bahkan, di awal tahun, spread sempat hanya 370 bps. "Imbal hasil di pasar surat utang Indonesia jadi makin menarik, asing menilai imbal hasil cukup atraktif," kata Ariawan, Jumat (6/7). Sejak awal tahun hingga Kamis (5/7), yield SUN 10 tahun sudah naik 114 bps.

Ariawan menghitung, dengan tingkat yield SUN, dikurangi inflasi yang berada di level 3,12% per Mei 2018, maka real interest rate Indonesia berada di sekitar 4,5%. Angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan India dan Filipina, yang real interest rate-nya sekitar 3%. "Investor asing tertarik kalau spread makin lebar, jadi di tengah sentimen eksternal yang menghimpit, pasar surat utang Indonesia masih menarik," kata dia.

Ariawan memprediksi, ketika tingkat bunga di AS stabil atau tidak naik signifikan lagi, maka asing pasti akan lebih banyak masuk ke pasar domestik. Meski demikian, tak dipungkiri pasar obligasi Indonesia masih menghadapi sentimen negatif pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS.

Maklum, investor asing ketika masuk ke pasar obligasi Indonesia juga mempertimbangkan nilai tukar. Mereka tidak ingin keuntungan yang didapat dari pasar obligasi Indonesia tergerus pelemahan nilai tukar.

Eric Sutedja, Head of Fixed Income Fund Manager Prospera Asset Management, menambahkan, batas normal spread yield US Treasury dengan SUN sebesar 410 bps, dengan level batas atas 470 bps dan batas bawah sebesar 350 bps. "Di level ini asing akan melihat investasi di pasar obligasi Indonesia menarik," kata Eric.

Analis IBPA Ifan Mohamad Ihsan memperkirakan pasar surat utang Indonesia akan membaik. Hal ini tercermin dari beberapa faktor.

Pertama, Standard & Poor's memberikan outlook stabil terhadap utang pemerintah Indonesia. Kedua, faktor real interest rate yang masih cukup tinggi di sekitar 4,5%. Sementara, real interest rate AS hanya 0,5%. Ketiga, kondisi inflasi Indonesia yang masih stabil.

Fluktuasi rupiah

Namun, kembali lagi yang jadi fokus pelaku pasar adalah kondisi global. Jika geopolitik global masih bergejolak, hal ini bisa menghambat pemulihan dan pertumbuhan pasar modal Indonesia. "Sebenarnya pasar Indonesia masih sangat menarik. Namun saat ini asing masih cenderung wait and see terhadap perkembangan kondisi geopolitik global," kata Ifan, Jumat (29/6).

Ifan berharap kurs rupiah akan menguat dan bisa jadi obat bagi pasar modal dalam negeri.

Sementara, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar menilai, BI masih perlu mengerek bunga acuan, karena kini Indonesia sedang menghadapi sentimen negatif dari eksternal, seperti agresifnya kenaikan suku bunga The Fed dan perang dagang antara AS dan China.

"Sebenarnya spread yield surat utang Indonesia dan AS saat ini sudah menarik, namun itu saat tidak ada masalah perang dagang AS dan China," kata Anil, Jumat (29/6).

Eric memproyeksikan yield SUN tenor 10 tahun di akhir tahun berada di 7,5%, dengan asumsi rupiah stabil di kisaran Rp 14.000 per dollar As. Namun, tantangan bagi rupiah masih banyak, karena efek perang dagang dan kebijakan China melemahkan yuan. Belum lagi, ada tantangan dari kondisi politik dalam negeri jelang pemilu 2019.

Sementara, menurut hasil analisa Ariawan, yield SUN tenor 10 tahun akan bergerak ke level 7,6% tahun ini. Hal ini dengan asumsi rupiah berada di Rp 14.050 per dollar AS, inflasi berada di 3,6% dan yield US Treasury di 3.1%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×