kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Yield beranjak naik, korporasi tetap gencar terbitkan obligasi


Senin, 13 Mei 2019 / 22:40 WIB
Yield beranjak naik, korporasi tetap gencar terbitkan obligasi


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah yield obligasi negara beranjak naik, korporasi tetap gencar menerbitkan surat utang meski yield obligasi korporasi juga ikut terkerek.

Mengutip Bloomberg, yield surat utang negara tenor tiga tahun bertengger di 7,21% per Senin (13/5). Angka tersebut naik 0, 28% dari hari sebelumnya dan naik 0,69% dalam sepekan.

Tren kenaikan yield tersebut juga membuat yield atau kupon obligasi yang ditawarkan korporasi ikut naik. Fikri C. Permana, ekonom Pefindo mengatakan jika yield obligasi negara naik maka biasanya yield obligasi korporasi akan ikut naik lebih tinggi.

"Jika yield surat utang negara naik 50 basis poin, yield surat utang korporasi bisa naik 60-70 bps," kata Fikri, Senin, (13/5).

Lebih tingginya yield surat utang korporasi dibanding surat utang negara sering terjadi untuk mengompensasi faktor risiko yang lebih tinggi di obligasi korporasi.

Meski yield sedang dalam tren kenaikan, kebutuhan korporasi untuk membiayai usaha dan membayar obligasi yang jatuh tempo menjadi alasan utama penerbitan obligasi korporasi di tahun ini akan tetap stabil bertumbuh.

Baru saja, PT Federal International Finance akan menawarkan obligasi berkelanjutan IV Feder International Finance mulai dari 13-27 Mei 2019. Obligasi tersebut ditawarkan dalam dua seri, yaitu seri A dengan tenor 370 hari dengan tingkat bunga 7,25%-8%. Selanjutnya, seri B bertenor 36 bulan dengan tawaran bunga 8%-9%.

Direktur Keuangan FIF Hugeng Gozali mengatakan tujuan penerbitan obligasi ini untuk menunjang pembiayaan sepeda motor dan untuk modal kerja. "Penerbitan obligasi kami pilih karena situasi dan kondisi pasar obligasi masih kondusif," kata Hugeng.

Fikri mengatakan penerbitan surat utang korporasi bisa saja tertahan bila yield terus bergerak naik. Namun, Fikri memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi di tahun ini akan tetap tumbuh cenderung stabil paling tidak menyamai penerbitan di tahun lalu karena didukung refinancing obligasi korporasi di tahun ini.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan per 18 April 2019, jumlah penerbitan obligasi korporasi sudah mencapai 25,39 triliun.

Stabilnya pertumbuhan obligasi di tahun ini juga akan bergantung pada nilai tukar rupiah. Fikri menyebut jika nilai tukar rupiah terhadap dollar AS stabil maka yield SUN akan bergerak stabil dan penerbitan obligasi korporasi juga akan stabil di tahun ini.

"Tahun ini penerbitan obligasi korporasi bisa lebih baik dari tahun lalu, karena kenaikan yield obligasi negara tidak setinggi seperti di tahun lalu di mana di awal tahun 2017 yield berada di 6,5% dan berakhir 8,1% di akhir tahunnya," kata Fikri.

Meski begitu, tantangan yield beranjak naik lebih tinggi masih ada seiring dengan kondisi geopolitik perang dagang AS dan China. Namun, Fikri optimistis perang dagang tidak akan membuat nilai tukar rupiah bervolatilitas tinggi karena terbantu cadangan devisa Indonesia yang lebih baik. Dengan nilai tukar rupiah yang tak begitu bergerak liar maka volatiliats yield juga bisa terjaga.

Head of Fixed Income Fund Manager Prospera Asset Management Eric Sutedja mengatakan meski yield SUN beranjak naik, ke depan penerbitan obligasi korproasi masih akan tetap ramai.

Salah satu sentimen positifnya adalah pertumbuhan ekonomi di tahun ini diperkirakan akan lebih baik dari tahun lalu, meski hingga kuartal I 2019 pertumbuhan ekonomi masih kurang memuaskan. "Pertumbuhan investasi juga akan membaik di semester II 2019," kata Eric.

Di akhir tahun, Eric memproyeksikan yield SUN 10 tahun dapat mencapai 7,5%. Namun, tak dipungkiri pelaku pasar masih harus mewaspadai prospek pelemahan rupiah jika melemah ke Rp 14.500 per dollar AS.

Pasalnya, situasi tersebut bisa melemahkan daya beli masyarakat dan memicu outflow asing dan berdampak negatif pada kinerja korporasi dan penerbitan obligasi korporasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×