Sumber: AFP | Editor: Yudho Winarto
TOKYO. Otot mata uang negara-negara berkembang di kawasan Asia mengendur di hadapan dollar Amerika Serikat (AS), Senin (9/11). Dipicu meningkatnya spekulasi kenaikan suku bunga The Fed pasca solidnya data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam tersebut.
Won Korea Selatan dan ringgit Malaysia merosot lebih dari satu persen, sedangkan rupiah Indonesia turun karena imbas dari melemahnya perdagangan China. Won turun 1,3% terhadap dollar, sementara ringgit turun 1,3% dan rupiah turun 0,7%.
Dalam penawaran lain, dollar Singapura turun tipis 0,1%, baht Thailand 0,2% lebih rendah dan dollar Taiwan juga turun 0,2%.
Euro naik menjadi 1,0769 dollar dan 132,82 yen dari 1,0742 dollar dan 132,30 yen di perdagangan AS.
Greenback mencapai tertinggi terhadap yen setelah data Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (6/11) lalu menunjukkan ekonomi utama dunia itu menambahkan 271.000 pekerjaan baru pada bulan lalu, hampir dua kali lipat yang terlihat pada September.
Greenback naik menjadi 123,33 yen dari 123,16 yen pada Jumat di New York, setelah duduk di 121,66 pada Jumat pagi di Asia.
China pada Minggu (8/11) melaporkan angka perdagangan mengecewakan yang menekan mata uang negara berkembang terkait komoditas, karena impor ke ekonomi nomor dua dunia itu jatuh hampir seperlima pada Oktober dari setahun lalu. Ekspor juga terus menurun akibat permintaan luar negeri lesu.
"Dollar yang kuat adalah sentral dalam langkah hari ini karena data penggajian non pertanian sangat kuat,"Nizam Idris, kepala analis mata uang dan pendapatan tetap di Macquarie Bank Ltd. di Singapura, mengatakan kepada Bloomberg News.
Mata uang negara berkembang berimbal hasil lebih tinggi, atau berisiko, tampak telah terpukul tahun ini karena kekhawatiran pelarian modal ke Amerika Serikat ketika para investor mencari investasi yang lebih baik dan lebih aman didukung kenaikan suku bunga AS yang semakin dekat.
Greenback telah mengalami tekanan jual terhadap mata uang negara-negara berkembang pada Oktober, karena The Fed AS mempertimbangkan menunda kenaikan suku bunga sampai 2016 akibat melemahnya ekonomi global, khususnya China.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News