Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang tutup tahun, investor pasar modal bisa mulai mengatur strategi investasi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan diwarnai sejumlah aksi. Salah satu yang biasa terjadi, yakni adanya January Effect, situasi di mana harga-harga saham akan meningkat signifikan pada awal tahun. Namun, tren ini akan berhadapan langsung dengan aksi window dressing yang dilakukan manager investasi.
Liyanto Sudarso, Investment Analyst MNC Asset Management menilai, aksi window dressing bisa mewarnai akhir tahun ini. Namun, bila ada aksi profit taking, umumnya datang dari sektor perbankan.
Dari data BEI, secara year to date, sektor perbankan sudah tumbuh 32,36%. "Ini karena perbankan naiknya signifikan," katanya kepada KONTAN, Rabu (22/11).
Dia menambahkan, sektor perbankan saat ini sudah overvalued. Terutama PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang saat ini sudah memiliki price to book value (PBV) hampir 4 kali. Padahal emiten lainnya sekitar 1,5 kali - 2,4 kali.
Selain sektor perbankan, dia melihat, sektor konsumer juga bisa mengalami profit taking. Terurtama seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP). "Karena inflasi kita yang lemah, tetapi harga mereka naik. Saya menduga mereka naik hanya untuk menjaga kestabilan indeks," papar Liyanto.
Meskipun ada aksi profit taking pada saham-saham sektor tersebut, Liyanto meyakini, aksi window dressing tetap akan ada.
Secara teknikal, menurut Liyanto, ada emiten yang saat ini menarik untuk dikoleksi. Diantaranya TLKM, karena sebelumnya terkena bad news dan membuat harga saham price in. Padahal secara valuasi dan fundamental, TLKM masih menarik. "Secara teknikal, target harga akhir tahun minimal 4.500," lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News